PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI terus berupaya meningkatkan sustainable portofolio dalam rangka memperkuat stimulasi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Direktur Institutional Banking BNI Muhammad Iqbal memaparkan sesuai dengan target pemerintah dalam mencapai Net Zero Emission tahun 2060, BNI juga berkomitmen untuk terus mendorong sustainable finance. Perseroan terus mendorong sosialisasi penerapan ESG serta menawarkan pricing yang menarik sebagai insentif bagi seluruh mitra BNI.
"Sebagai institusi keuangan, kami ingin terus bergerak aktif dan responsif terhadap kebutuhan dan dapat beradaptasi dengan adanya perubahan dari tren ekonomi berkelanjutan ini. Kami ingin terus optimalisasi pendapatan dengan berkontribusi pada sosial masyarakat, serta secara aktif menjaga kelestarian lingkungan," ujar Iqbal dalam keterangannya, Kamis (9/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini disampaikannya saat mewakili Direktur Utama BNI Royke Tumilaar dalam sharing session CEO Networking 2023 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (7/11/2023).
Lebih lanjut, Iqbal menjelaskan hingga September 2023, sustainable finance BNI yang disalurkan untuk Kategori Kegiatan Usaha Berkelanjutan (KKUB) tercatat mencapai Rp 178,9 triliun atau 27% dari total portofolio kredit BNI.
Adapun Sustainable finance ini utamanya diberikan untuk kebutuhan pengembangan ekonomi sosial masyarakat melalui pembiayaan segmen UMKM sebesar Rp 118,3 triliun; pengelolaan bisnis ramah lingkungan dan sumber daya alam hayati sebesar Rp 21,5 triliun; energi baru dan terbarukan sebesar Rp 10,1 triliun; pembiayaan untuk pencegahan polusi sebesar Rp3,7 triliun; serta Sustainable Portfolio lainnya sebesar Rp 25,3 triliun.
BNI juga proaktif memperkenalkan pembiayaan yang berkelanjutan (sustainability linked loan). Hingga September 2023, perseroan telah menyalurkan SSL sebesar Rp 4,7 triliun kepada para pelaku industri utama di berbagai sektor, seperti agroindustri, semen dan manufaktur baja.
Iqbal mengatakan Indonesia memiliki saat ini menghadapi dua situasi,yaitu pertumbuhan ekonomi yang stabil di 5% dalam lima tahun ke depan dan persentase penduduk usia kerja yang berada pada tingkat 76,2%.
Agar terhindar dari middle income trap, pendapatan nasional bruto (GNI) per kapita diharapkan mencapai US$ 14.000 sebelum 2045 melalui transisi ekonomi dari berbasis konsumsi menjadi berbasis investasi. Oleh karena itu, ia menilai arah kebijakan pada investasi berkelanjutan menjadi sesuatu yang penting untuk diperkuat ke depannya.
Iqbal menambahkan, ada tiga bidang investasi yang berpotensi tumbuh besar di masa depan. Pertama, industri integrasi rantai pasok global mencakup sumber daya alam hilir, ekosistem kendaraan listrik, dan produk-produk berorientasi ekspor yang berbeda terutama produk otomotif, makanan dan minuman, dan elektronik.
Kedua, industri yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar, antara lain sektor pertanian, usaha pariwisata, dan perdagangan jasa. Ketiga, investasi yang mengedepankan ESG termasuk geothermal energy, ketahanan pangan dan sumber daya air, serta infrastruktur yang memperhatikan lingkungan serta transisi energi di Indonesia.
"Mengingat risiko lingkungan hidup dan perubahan iklim semakin menjadi sorotan, kami tentunya akan lebih berkonsentrasi pada sektor-sektor yang terkait dengan ekonomi berkelanjutan," pungkasnya.
Diketahui, turut hadir pada acara tersebut, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dan Direktur Utama BEI Iman Rachman, serta Para Direktur Utama dari Listed Company di BEI.
(ega/ega)