Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Indonesian Digital Association (IDA) mengeluhkan adanya pembatasan dan larangan iklan produk tembakau atau rokok pada media penyiaran dan digital. Hal ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengamanan Zat Adiktif.
Menurut keduanya, pembatasan hingga larangan total iklan pada media akan merugikan perusahaan hingga miliaran rupiah setahunnya, bahkan bisa terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Ketua Indonesia Digital Association (IDA) Dian Gemiano mengatakan pihaknya pernah menghitung proyeksi pendapatan media berita saja, kemungkinan jika larangan iklan dalam RPP kesehatan diberlakukan maka perusahaan akan berpotensi kehilangan sekitar Rp 200 miliar sampai 250 miliar setahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu signifikan banget, ini kita lagi disrupsi. Karena sedang disrupsi angka segede itu bisa mempengaruhi bottomline profit and loss perusahaan-perusahaan. Ketika bottomline ter-impact, manajemen pasti responnya mengurangi cost. Dan cost paling besar untuk media adalah cost karyawan. Jadi ada potensi pengurangan karyawan di situ," terangnya ditemui usai diskusi di Meradelima Restaurant, Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2023).
Pria yang akrab disapa Gemi itu menyebut, saat ini saja pemutusan hubungan kerja (PHK) pada industri media juga banyak terjadi. Jika larangan iklan di media digital tetap berlaku, potensi PHK di industri media akan semakin besar.
"Dalam konteks keberlangsungan media, itu sangat penting untuk kita perjuangkan agar udah setop jangan ada lagi layoff di media. Jangan gara-gara ini ada layoff lagi, dan saya kebetulan kerja di media, kita ingin media-media ini tetap sustain," terangnya.
Kemudian, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Syafril Nasution, mengatakan aturan pembatasan jam tayang iklan rokok pada media penyiaran juga akan berpotensi pada penurunan pendapatan perusahaan media penyiaran seperti televisi dan radio.
Dalam aturan tersebut jam tayang iklan rokok semakin dibatasi yang sebelumnya dari jam 21.30 sampai 05.00 pagi menjadi 23.00 sampai 03.00.
"Menurut TV itu adalah jam tidak produktif. Kita mengikuti aturan KPI. Jam tayang untuk anak-anak dewasa, remaja, itu kan sudah masuk jam tayang dewasa. Ini akan berdampak pada pendapatan industri televisi karena kalau dari jam 23.00 sampai 3 subuh, itu yang nonton setan, tidak ada yang menonton," terangnya.
Dewan Periklanan Indonesia (DPI) mengungkap, melansir Data TV Audience Measurement Nielsen, iklan produk tembakau bernilai lebih Rp 9 triliun sementara kontribusi tembakau terhadap media digital mencapai sekitar 20% dari total pendapatan media digital di Indonesia yaitu sekitar ratusan miliar per tahun.
Terlebih lagi, berdasarkan Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di tahun 2021, industri kreatif memiliki lebih dari 725 ribu tenaga kerja dan secara umum, multi-sektor di industri kreatif juga mempekerjakan 19,1 juta tenaga kerja.
Dengan kontribusi iklan industri produk tembakau, artinya penerimaan yang diperoleh industri kreatif akan menurun 9-10% yang akan berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan industri kreatif.
Simak juga Video 'Polisi Gerebek Gudang Rokok Ilegal di Batam, 700 Ribu Batang Rokok Diamankan':