Bos Bulog Blak-blakan soal Impor Beras Jutaan Ton

Bos Bulog Blak-blakan soal Impor Beras Jutaan Ton

Aulia Damayanti - detikFinance
Rabu, 22 Nov 2023 07:45 WIB
Dirut Perum Bulog Budi Waseso menggelar jumpa pers di kantornya, Kamis (2/2/2023). Ia mengaku perusahaan sudah untung meskipun minim pada 2021 yakni Rp 267 miliar.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso. (Foto: Dok Bulog)
Jakarta -

Pemerintah memutuskan impor beras untuk cadangan dalam negeri sejak awal 2023. Impor beras yang telah dilakukan 2,5 juta ton. Kemudian, akan ada tambahan 1 juta ton dan 2 juta ton di 2024.

Keputusan impor beras ini berdasarkan hasil rapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Kementerian/Lembaga terkait. Lalu ditugaskanlah Perum Bulog untuk mencari pasokan impor tersebut.

Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso (Buwas) menjelaskan, keputusan impor diambil karena produksi beras petani dalam negeri mengalami penurunan drastis akibat kekeringan yang disebabkan oleh El Nino.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini kenapa kita harus impor? Karena produksi kurang, tidak ada kelebihan, kita nggak bisa mencadangkan dari kelebihan itu karena memang nggak ada. Di sisi lain memang ada kurangnya," jelas Buwas dalam wawancara khusus dengan detikcom, ditulis, Rabu (22/11/2023).

Kurangnya produksi petani itu menyebabkan harga gabah kering panen (GKP) tinggi, sehingga menyebabkan beras di masyarakat semakin mahal. Untuk itu, demi menjaga cadangan beras pemerintah (CBP) yang fungsinya stabilisasi harga dan pasokan, pemerintah terpaksa impor.

ADVERTISEMENT

Importasi ini dilakukan demi menjaga ketahanan akan kebutuhan pangan masyarakat. Adapun besaran pasokan yang dimiliki Bulog hanya 8% dari kebutuhan masyarakat Indonesia.

"Jadi sekarang kita lihat bukan soal berpihak atau tidak berpihak, tetapi kebutuhan pangan itu mutlak. Kalau memang kita kurang, menutupi kekurangan itu harus mendatangkan, artinya kalau mendatangkan itu impor namanya. Untuk apa? Keamanan, dijamin bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia itu ada," terangnya.

Buwas mengatakan, baru tahun ini saja pihaknya ditugaskan lagi oleh pemerintah melakukan impor. Sebelumnya selama dirinya menjabat sebagai Dirut Perum Bulog tidak pernah melakukan impor untuk CBP.

"Dulu kan saya menolak impor, kita bicara dulu ya, awal-awal saya jadi Dirut, saya kan menolak impor beras ya. Kenapa? Karena produksinya ada. Dan itu nggak bermasalah juga pada harga dan sebagainya. Masyarakat juga aman," ujarnya.

Dia juga menegaskan bahwa impor bersifat sementara. Jadi bukan berarti tidak berpihak kepada petani. Karena sejauh ini, pemerintah telah memperhitungkan akan kebutuhan impor sehingga tidak mengganggu harga di petani.

"Apalagi seolah-olah nanti (disebut) tidak berpihak kepada petani, terus tidak melihat produksi lokal, tidak. Justru kita itu berhitung betul, jangan sampai sekarang kita kalau mau impor asal-asalan, artinya tidak melihat kebutuhan, untuk apa impor itu? Kan akan jadi masalah," tuturnya.

Sebagai informasi, berdasarkan data Panel Harga Pangan, Selasa (21/11), harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani saat ini memang di atas Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Rp 6.410/kg. Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan kini Rp 6.960/kg, Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan kini sudah mencapai Rp 7.600/kg.

Harga saat ini tentu jauh di atas HPP yang ditentukan pemerintah GKP di tingkat petani Rp 5.000/kg, GKP di tingkat penggilingan Rp 5.100/kg, GKG di penggilingan Rp 6.200/kg.

Harga beras medium di tingkat penggilingan saja sudah di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp 10.900/kg, kini di angka Rp 12.260/kg. Kemudian beras premium di penggilingan Rp 13.640/kg. Hal ini tentu akan mengerek harga beras di pasaran juga.

Alasan Pemerintah Tambah Impor 2024

Buwas juga menjelaskan alasan mengapa pemerintah harus menambah impor baik 1,5 juta ton dan 2 juta ton pada 2024. Kuota tambahan impor 2 juta ton itu ditugaskan jika pada pertengahan tahun ketika produksi di dalam negeri belum mencukupi.

Penugasan Bulog tidak hanya mengimpor, tapi juga operasi pasar untuk menekan harga beras dan menyalurkan bantuan pangan yang menjadi program pemerintah. Oleh karena itu penyaluran ini akan menguras CBP yang dimiliki Bulog.

Dalam hitung-hitungannya, CBP hingga 2023 aman dan kuat di angka 1,1 juta ton. Angka itu dari stok saat ini sebanyak 1,3 juta ton dikurang penyaluran bantuan beras sebanyak 200.000 ton pada Desember 2023.

Stok 1,1 juta ton pada 2024 akan ditambah dengan impor datang pada Januari sebanyak 400.000 ton, maka CBP menjadi 1,5 juta ton. Pasokan itu akan disalurkan ke masyarakat untuk bantuan beras selama tiga bulan yang menghabiskan 640.000 ton.

"Januari, Februari, Maret, itu kita harus menyalurkan untuk bantuan pangan 640.000 ton. Berarti tinggal 900.000. Tetapi dikurangi lagi, selama tiga bulan itu SPHP (operasi pasar). Kurang lebih 120.000 sampai 150.000 ton," terang Buwas.

Kemudian akan ada lagi penyaluran bantuan pangan April, Mei, Juni yang membutuhkan pasokan 640.000 ton. Jika pasokan tinggal 900.000 ton maka sisa CBP tinggal 260.000 ton dikurangi dengan operasi pasar 150.000 ton.

Oleh sebab itulah membutuhkan pasokan tambahan untuk CBP demi menjaga kebutuhan pangan dalam negeri. Jika produksi tahun depan sudah mencukupi dan bisa diserap Bulog, maka tidak memerlukan impor.

"Kita lihat produksinya. Kalau nanti prediksi, produksinya itu memang belum mencukupi, kita akan mengimpor lagi untuk kepentingan itu," pungkasnya.

Simak juga Video: Mau Impor Beras Susah, Jokowi Beri Pesan Ini ke Kepala Daerah

[Gambas:Video 20detik]




(ada/das)

Hide Ads