Kenaikan UMP Disebut Terlalu Kecil, Stafsus Sri Mulyani: Inflasi Kita Jaga

Kenaikan UMP Disebut Terlalu Kecil, Stafsus Sri Mulyani: Inflasi Kita Jaga

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 24 Nov 2023 13:43 WIB
Juru Bicara Kemenkeu Yustinus Prastowo
Foto: Anisa Indraini/detikcom
Jakarta -

Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 tengah menjadi perbincangan beberapa waktu belakangan karena kenaikannya yang terbilang kecil dari UMP 2023. Kenaikan tersebut dipandang tidak cukup untuk menjaga daya beli masyarakat karena tergerus inflasi.

Staf Khusus (Stafsus) Menkeu Yustinus Prastowo mengatakan, kenaikan UMP merupakan domain dari Kemnaker, Apindo, hingga Serikat Buruh. Namun pihaknya akan terus mengamati dan mengantisipasi dampak turunannya, termasuk kekhawatiran besaran upah akan tergerus inflasi.

"Tapi kami tentu mengamati dan mengantisipasi dampaknya. Yang jelas inflasi pasti kita jaga," kata Prastowo, ditemui di Senayan Park, Jakarta, Jumat (24/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"So far, nanti kita lihat ya di konpres yang per bulan Oktober berapa. Nanti kita lihat tapi so far kan kita jaga, jadi mudah-mudahan bisa tetap compete dengan inflasinya," sambungnya.

Di sisi lain, saat ini pemerintah daerah belum menetapkan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK), sehingga keputusan kenaikan standar upah pekerja belum mencapai finalnya. Oleh karena itu, pihaknya akan menunggu hingga keputusan diketok untuk memproyeksikan langkah antisipasinya seperti apa.

ADVERTISEMENT

Prastowo mengatakan, sejauh ini Kementerian Keuangan telah menggelontorkan sejumlah insentif untuk membantu menjaga daya beli masyarakat. Contohnya dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Sosial (Bansos) Pangan. Selain itu, ada juga insentif berupa Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi karyawan.

"Kalau untuk karyawan sendiri kita memberikan insentifnya kan PTKP itu yang Rp 4,5 juta. Sebenarnya otomatis bagi karyawan yang penghasilannya belum melebihi Rp 4,5 juta, kan tidak kena pajak. Jaid di situ saya rasa bentuk dukungan pemerintah," pungkasnya.

Sebagai tambahan informasi, sebanyak 36 Provinsi di Indonesia telah mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2024. Kenaikannya pun bervariasi secara persentase, mulai dari yang terendah 1,2% hingga tertingginya 7,5%.

Kenaikan UMP ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Perhitungannya dilakukan dengan mempertimbangkan proyeksi inflasi, ditambah pertumbuhan ekonomi, kemudian dikalikan alfa.

Dari perhitungan tersebut, ada sejumlah daerah dengan persentase kenaikan UMP yang rendah, bahkan di bawah 3%. Salah satunya ialah UMP Provinsi Gorontalo yang hanya naik 1,19% atau sebesar Rp 35.750. Kenaikan UMP daerah tersebut merupakan yang terendah di tahun ini.

Menanggapi besaran kenaikan UMP, buruh dengan tegas menolak kenaikannya yang jauh dari 15%. Misalnya khusus DKI Jakarta Tahun 2024 sebesar 3,38% atau setara dengan Rp 165.583. Presiden Partai Buruh dan KSPI Said Iqbal mengungkapkan dengan kenaikan ini tak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan buruh. Karena itu buruh meminta kenaikan UMP sebesar 15%.

Dia mencontohkan, jika saat ini UMP DKI Jakarta sebesar Rp 4,9 juta, maka dengan kenaikan sebesar 15% seharusnya upahnya menjadi Rp 5,63 juta. Bukan sebesar 3,38% atau naik Rp 165.000 sehingga menjadi Rp 5.067 juta seperti yang sudah diputuskan oleh Pj Gubernur.

"Jika kenaikannya hanya Rp 165 ribu, maka bisa dipastikan buruh bakal nombok! Karena harga beras saja naik 40%, telur naik 30%, transportasi naik 30%, sewa rumah naik 50%, bahkan BPS mengumumkan inflasi makanan kenaikannya lebih dari 25%," kata dia dalam siaran pers.

(shc/rrd)

Hide Ads