Jakarta -
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai Oktober 2023 defisit Rp 700 miliar atau setara 0,003% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kondisi itu terjadi setelah surplus selama sembilan bulan berturut-turut.
"Postur APBN sudah mulai defisit Rp 700 miliar atau 0,003% dari PDB" kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN KiTa secara virtual, Selasa (20/12/2022).
Defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibanding jumlah pengeluaran pemerintah. Sampai Oktober 2023, pendapatan negara mencapai Rp 2.240,1 triliun atau 90,9% dari target, tumbuh 2,8% dari tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk belanja negara, sampai Oktober 2023 mencapai Rp 2.240,8 triliun atau 73,2% dari target. Jumlah itu sudah menurun 4,7% dibandingkan tahun lalu.
"Hampir sama angkanya secara nominal antara pendapatan dan belanja negara, namun belanja negara ini baru 73,2% dari total pagu anggaran yang ada dalam UU APBN. Ini artinya belanja negara dari tahun lalu turun 4,7%," jelas Sri Mulyani.
Meski APBN 2023 mulai defisit, Sri Mulyani menyebut dari sisi keseimbangan primer masih mencatatkan surplus Rp 365,4 triliun.
"Hingga Oktober 2023 kinerja APBN on track. Sejalan dengan belanja yang semakin besar, APBN mulai mencatatkan defisit," tulis bahan paparan Sri Mulyani.
Penarikan utang baru turun. Langsung klik halaman berikutnya
Di tengah kondisi defisit APBN, penarikan utang baru mencapai Rp 203,6 triliun sampai Oktober 2023. Realisasi itu disebut masih sangat kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu dan target penarikan utang tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan penarikan utang menurun 59,9% dibandingkan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 507,3 triliun. Bendahara Negara itu baru merealisasikan 29,2% dari target penarikan utang tahun ini yang sebesar Rp 696,3 triliun.
"Sampai akhir Oktober 2023 kita hanya merealisir pembiayaan utang sebesar Rp 203,6 triliun. Ini jauh lebih kecil dari tahun lalu di mana sampai Oktober 2022 kita melakukan pembiayaan utang mencapai Rp 507,3 triliun," kata Sri Mulyani.
Lebih rinci dijelaskan, pembiayaan utang sampai Oktober 2023 terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 185,4 triliun dan pinjaman neto sebesar Rp 18,2 triliun.
"Ini menunjukkan bahwa pengelolaan utang kita masih terus terjaga dengan baik dan hati-hati. Kita juga tahu bahwa higher for longer harus kita sikapi dengan pengelolaan yang lebih hati-hati," tutur Sri Mulyani.
Sri Mulyani menyadari bahwa tren pembiayaan utang harus dijaga pada level aman, mengingat situasi global saat ini cenderung dengan kenaikan suku bunga dan volatilitas tinggi.
"Issuance harus ditentukan secara situasi sehingga kita tidak terekspos dengan suku bunga yang melonjak sangat tinggi dan bahkan sering disertai volatilitas nilai tukar," beber Sri Mulyani.