Beberapa waktu lalu, pengusaha gempar berteriak meminta tarif batas atas (TBA) pesawat dihapus. Seruan tersebut diusulkan saat masyarakat tengah kesal lantaran harga tiket pesawat sedang mahal-mahalnya.
Pengamat penerbangan, Gerry Soejatman, menjelaskan, era harga tiket pesawat murah saat ini memang sulit dinikmati kembali. Dia bilang, minimnya suplai pesawat di tengah permintaan tinggi jadi biang keladi. Suplai yang berkurang ini diakibatkan kondisi pandemi melarang penerbangan sehingga banyak pesawat yang harus digudangkan.
"Jadi, waktu pandemi itu kan banyak maskapai yang tidak sanggup bayar karena tidak boleh terbang. Nah, jadi banyak pesawat yang dibalikin dan berkurang. Sekarang, tuh armada sekitar hampir 400 tapi yang aktif terbang cuma sekitar 100," kata Gerry dalam Podcast Tolak Miskin detikFinance, ditulis Sabtu (25/11/23).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain suplai pesawat yang tak mengimbangi permintaan, aturan TBA saat ini juga menghambat bisnis maskapai penerbangan.
Gerry bilang, tarif batas atas menghambat pihak maskapai mendapat keuntungan saat peak season. Keuntungan tersebut seharusnya dapat mensubsidi pendapatan saat low season. Namun aturan TBA saat ini membuat harga tiket penerbangan pada low season yang biasanya murah tak dapat dinikmati.
"Mereka 'kan jadi nggak bisa subsidi silang. Jadi, harga low season naik. Ya itu, setiap peak season ada TBA. Sekarang, perubahannya di low season-nya naik, biayanya naik. Jadi, maskapainya baru bisa ambil untung," ungkap Gerry.
Kondisi global saat ini juga ikut membuat biaya operasional maskapai melonjak. Depresiasi nilai tukar rupiah berdampak pada industri penerbangan yang bebannya banyak dikeluarkan dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS). Hal ini kian membebani maskapai.
Gerry sendiri menyarankan, agar kondisi penerbangan pulih dan tarif tiket pesawat kembali normal, TBA dinaikkan. Dengan begitu, perusahaan maskapai bisa mendapatkan keuntungan untuk membayar keperluan sehingga bisa meningkatkan suplai dan akhirnya harga tiket dapat kembali normal.
Informasi lengkap tentang topik ini bisa didengarkan pada podcast Tolak Miskin dengan mengklik widget di bawah ini.
(eds/eds)