Viral UMKM Baru Mau Ekspor Dikenakan Rp 118 Juta, Ini Kata Kemenkeu

Viral UMKM Baru Mau Ekspor Dikenakan Rp 118 Juta, Ini Kata Kemenkeu

Anisa Indraini - detikFinance
Minggu, 26 Nov 2023 14:15 WIB
Ilustrasi Kontainer Ekspor
Ilustrasi ekspor. Foto: Unsplash
Jakarta -

Viral di media sosial berisi perjalanan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang diharuskan bayar Rp 118 juta saat pertama kali mau ekspor. Tagihan itu muncul setelah beberapa kali prosesnya sempat ditolak.

Awalnya diceritakan pada Agustus 2023 UMKM tersebut mendapat orderan dari Eropa sebanyak 1 kontainer untuk kebutuhan dekorasi akuarium. UMKM tersebut senang bukan main karena transaksinya senilai US$ 12.973 atau Rp 201,56 juta (kurs Rp 15.537).

"Invoice senilai US$ 12.973 membuat kami kegirangan. Senang bisa memberi tambahan pemasukan pada warga yang membutuhkan. Memanfaatkan limbah terbuang menjadi pundi-pundi dolar," tulis kisah tersebut yang diunggah akun @*he*ha*of*i*e, dikutip Minggu (26/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Diketahui bahwa UMKM tersebut memanfaatkan limbah batok kelapa untuk dijadikan berbagai komoditas salah satunya batu lava hitam (black lava rock). Setelah dimuat dalam truk kontainer, barang dibawa menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

"Semua dokumen lengkap (seperti) packing list, invoice, phytosanitary certificate, sertifikat fumigasi dan lain-lain. Terjadwal muat kapal 25 September 2023," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Dalam prosesnya di lapangan, ternyata Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) pertama ditolak karena disebut ada kesalahan (typo) perbedaan HS Code di PL dengan di PEB. Selain itu, HS Code untuk produk batu dinyatakan masuk barang lartas (dilarang/terbatas).

"Padahal HS Code tersebut dijiplak dari pengalaman sukses ekspor produk yang sama oleh teman yang menggunakan jasa undername sebuah perusahaan forwarder," ungkapnya.

Setelah pihak UMKM tersebut melakukan revisi dan mengajukan ulang, akhirnya Nota Pelayanan Ekspor (NPE) terbit. Alih-alih permasalahan selesai, nyatanya terdapat pemberitahuan pada 1 Oktober 2023 yang menyatakan kontainer ditahan berdasarkan nota hasil intelijen dan harus dibongkar.

"Batal naik kapal, kontainer dibongkar dan diperiksa. Hasil temuan intelijen ada 1 jenis barang yang di PL 7 pcs tapi ternyata ada 15 pcs. Tidak jadi dipermasalahkan karena hanya kayu lapuk yang terpecah dalam proses bongkar muat dan akhirnya disuruh membuat surat pernyataan bahwa komoditas akan dipergunakan sebagai dekorasi akuarium," tuturnya.

Seakan belum puas, pihak Bea Cukai juga melakukan pengambilan sampel untuk uji laboratorium pada 9 Oktober 2023 dan menjanjikan pelayanan hanya 5-15 hari kerja. Nyatanya hasil baru keluar pada 2 November 2023.

"Alhamdulillah urusan laboratorium kelar dan tidak ditemukan masalah. Hanya memerlukan sedikit perbaikan di pos tarif yang katanya kurang tepat," imbuhnya.

Sampai 10 November 2023, pembatalan PEB belum juga disetujui oleh Bea Cukai. Sampai pada puncaknya muncul estimasi tagihan dari armada pemilik kontainer senilai Rp 118.569.130. Biaya itu disebut muncul dari sejak nota hasil intelijen (NHI) diterbitkan oleh intelijen Bea Cukai.

"Total DND Rp 92.160.000 ditambah storage at terminal Rp 26.409.130 (sehingga) total Rp 118.569.130. Beginilah nasib UMKM, baru belajar ekspor, bukanya mendapat bantuan dan kemudahan, malah kesulitan yang kami dapat. Posisi jadi serba salah. Kalau lanjut harus bayar Rp 118 juta, kalau mundur barang disita," ungkapnya.

Penjelasan Kemenkeu

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan permasalahan tersebut sedang dicek oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Kronologi lengkapnya akan disampaikan kemudian.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo memastikan biaya Rp 118 juta tersebut bukan dari Bea Cukai, melainkan dari pihak pengiriman (shipping).

"(Permasalahan tersebut) sedang dicek teman-teman BC. Tapi yang jelas Rp 118 juta ini biaya dari shipping, bukan BC. Detailnya tunggu kronologi," kata Prastowo saat dihubungi.

(aid/das)

Hide Ads