Tahun lalu dalam satu artikel di satu media massa, penulis mengemukakan bahwa membangun infrastruktur di era reformasi/demokratisasi tidaklah semudah seperti pada era sebelumnya, terlebih jika melibatkan pembebasan lahan/bangunan. Dibutuhkan pendekatan yang tepat, waktu yang cukup, dan kesabaran tinggi.
Adanya dua perspektif yang berbeda, yakni pihak yang membebaskan lahan dan warga yang akan dibebaskan lahannya, perlu dipertemukan pada satu titik kompromi dengan 'win-win solution'.
Rempang Eco City masuk ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) sesuai dengan Peraturan Menteri Koordinator bidang Perekonomian No. 7/2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7/2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional tertanggal 28 Agustus 2023.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus Rempang menyita perhatian publik setelah terjadinya bentrok antara warga setempat dengan pihak aparat beberapa bulan lalu. Sebagian warga Rempang, khususnya di pulau Rempang/Galang bersikeras tidak mau pindah atau direlokasi ke tempat baru, yang semula Pulau Galang.
Rencana penataan pulau Rempang untuk pengembangan dan hilirisasi semulanya ditargetkan pada tanggal 28 September 2023. Akan tetapi, pemerintah melalui Kementerian Investasi kemudian mengoreksi keputusannya, yakni akan merelokasi penduduk ke lokasi baru yang masih berada di pulau Rempang, bukan ke pulau Galang.
Presiden Jokowi menginstruksikan penyelesaian secara kekeluargaan. Dari sisi aksesibilitas dan konektivitas, lokasi rencana kawasan industri cukup strategis, yakni dekat dengan Singapura yang dapat mengakses ke banyak penjuru dunia dan posisinya relatif dekat dengan Tiongkok, serta bahan baku yang dibutuhkan tersedia di sekitar pulau tersebut. Maka, logis saja jika pulau Rempang dipilih menjadi destinasi investasi, di samping potensi sumber daya alamnya.
Hilirisasi
Investor Xinyi Group dari Tiongkok berencana untuk berinvestasi dengan membangun kawasan industri terpadu yang meliputi pabrik pemrosesan pasir silika, soda abu, dan panel surya. Selain itu, pabrik/manufaktur kaca float, silikon industrial grade, polycrystalline silicon, pemrosesan kristal, beserta infrastruktur kawasan industri.
Rencananya investasi yang akan digelontorkan senilai 11,6 miliar dolar AS secara bertahap untuk 8 tahun ke depan. Mencermati rencana investasi yang diajukan oleh Xinyi Group di pulau Rempang setidaknya ada keuntungan yang menjadi target Indonesia, yaitu pasar panel surya dunia. Dalam beberapa tahun ke depan permintaan terhadap panel surya akan meningkat tajam.
Potensi pasar ASEAN, termasuk RI juga cukup besar. Soda abu dan pasir silika atau pasir kuarsa merupakan bahan baku utama pembuatan panel surya. Di sisi lain, dengan adanya hasil pemrosesan pasir silika, maka adanya kemungkinan pengembangan industri semikonduktor.
Karena selain untuk solar panel, hasil pemrosesan pasir silika juga dapat menjadi Integrated Circuit (IC) atau 'chips'. Hal tersebut berpeluang bagi Indonesia untuk menarik investor lain yang bergerak di bidang fabrikasi semikonduktor yang strategis untuk dikembangkan di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui, semikonduktor dipergunakan secara luas pada ratusan jenis industri dan ribuan produk elektronik. Pada deretan piranti rumah tangga dan konsumen sebut saja rice cooker, kompor listrik induksi, microwave, oven, dispenser air panas/dingin, televisi, AC, lampu LED, CCTV, kamera digital, computer, printer, smartphone, hingga kulkas dan mesin cuci.
Berbagai alat transportasi seperti mobil (listrik/BBM fosil), bus listrik, kereta api (listrik/diesel), MRT, LRT, kereta cepat (maglev), hingga pesawat terbang, semua menggunakan semikonduktor. Program transisi energi hijau seperti sel surya dan tenaga bayu, tak akan berjalan tanpa semikonduktor.
Demikian pula piranti high-tech seperti Artificial Intelligence, sensor IoT, dan robot pintar tak akan berfungsi tanpa semikonduktor. Belum lagi alat-alat pertahanan seperti jet tempur dan rudal canggih berpresisi tinggi.
Beberapa tahun terakhir ini, pasar semikonduktor global mengalami kelangkaan pasokan, sehingga para produsen Asia, terutama, Tiongkok, dan Korea Selatan, menikmati tingginya harga semikonduktor.
Selain kelangkaan pasokan, pasar semikonduktor global juga diwarnai oleh persaingan supremasi ketat antara Amerika Serikat dengan Tiongkok. Pada tahun 2022, Amerika Serikat mengalokasikan dana sekitar 280 miliar USD untuk menggalakkan penelitian serta produksi semikonduktor Amerika Serikat.
Di saat yang sama, pemerintah Tiongkok memberikan subsidi sekitar 210 miliar RMB kepada lebih dari 100 perusahaan semikonduktor yang tercatat di A-share, setara dengan sekitar 17,5 miliar USD. Dalam persaingan "perang chip" antara Tiongkok dan Amerika Serikat, investor Tiongkok mengalihkan perhatiannya ke Indonesia.
Hal ini merupakan kesempatan emas bagi dunia perekonomian Indonesia. Seperti yang kita ketahui, Indonesia tetap membuka peluang bagi investasi asing terhadap industri multisektor dan hilirisasi, termasuk industri transisi energi.
Investor mancanegara juga telah beroperasi pada industri hilirisasi seperti tembaga di Gresik & nikel di Morowali Sulawesi Barat. Hal ini pastinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan 'multiplier effect', seperti hilirisasi, penerimaan pajak, dan utamanya pada penciptaan lapangan kerja di wilayah Pulau Rempang.
Terkait dengan adanya pembangunan industri hilirasi di Indonesia, raw material seperti pasir kuarsa yang awalnya (misal: bernilai 1) dapat meningkat menjadi 6, karena mengalami penambahan nilai, yang dari awalnya hanya pasir, diproses menjadi kaca otomotif maupun solar panel yang berdampak terhadap PDB Indonesia.
Produk akhir dari hasil hilirisasi tersebut akan meningkatkan nilai penerimaan pajak, dibandingkan hanya pajak penjualan bahan baku mentah. Selain itu, pengembangan di Pulau Rempang juga berpotensi untuk menyejahterakan masyarakat Rempang seperti, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan daya beli, hingga dapat menggerakkan perekonomian yang menaikkan taraf hidup.
Mengenai kepentingan konservasi lingkungan, Rempang Eco City akan memasok Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mendukung transisi energi yang menjadi perhatian global untuk mengurangi emisi karbon. Dengan adanya EBT yang diproduksi, Indonesia sebagai produsen akan mendapatkan karbon kredit yang juga berdampak positif bagi perekonomian Indonesia.
EBT juga akan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Selain Indonesia, saat ini terdapat beberapa negara sudah mulai melakukan transisi energi dari energi fosil menuju ke energi baru terbarukan, contohnya Swedia, Denmark, Norwegia, Finlandia, Swiss, Prancis, Belanda dan lainnya.
Saat ini "Green Climate Fund" yang diinisiasi oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) juga mulai digelontorkan oleh bank dunia untuk mendukung program pembaharuan energi.
Indonesia sendiri sudah memulai pembangunan beberapa pembangkit listrik, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) pertama di Indonesia, yang pembangunan dan pengoperasiannya terletak di Sulawesi Selatan.
'Livelihood' Warga Terdampak
Sementara itu untuk para warga 'tergeser' (bukan tergusur) yang sebagian besar nelayan, dari info yang disampaikan oleh Menteri Investasi, akan disediakan paket solusi yang meliputi (i) lokasi untuk relokasi disediakan pada pantai yang sama di pulau Rempang dan tidak terlampau jauh dari pesisir, (ii) akan dibangun infrastruktur permukiman beserta dermaga di lokasi yang baru, termasuk fasilitas kesehatan dan pendidikan, dan (iii) dalam proses transisi, warga tergeser akan mendapatkan uang tunggu sebesar Rp1,2 juta per orang dan uang kontrak rumah sebesar Rp1,2 juta per KK.
Selain itu, tiap KK diberikan lahan 500 meter persegi, sertifikat, dan pembiayaan untuk membangun rumah tipe 45 sebesar maksimum Rp. 120 juta dalam rentang waktu 6 - 7 bulan.
Bagi warga yang harga rumahnya di atas Rp. 120 juta, sesuai hasil penilaian Jasa Penilai Publik, maka kelebihannya akan dikompensasikan sesuai dengan selisih nilai rumah. Pada tahap pertama disiapkan hunian baru untuk 961 KK dari warga terdampak.
Paket solusi ini tampaknya cukup layak. Di kota-kota besar di Indonesia, jumlah rumah tangga dengan ukuran persil 500 meter persegi persentasenya relatif kecil. Penataan lahan secara bertahap dimungkinkan, akan tetapi prosedur pesetujuan lingkungan yang terintegrasi dengan izin usaha perlu dipenuhi dalam melaksanakan pembangunan untuk kegiatan berusaha.
Adapun dampak terhadap penghidupan (livelihood) warga secara berkelanjutan di lokasi baru menjadi aspek prioritas yang utama. Dalam hal ini adalah sarana dan prasarana dikoordinasikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Kementerian PUPR untuk permukiman dan aktivitas ekonomi (nelayan), termasuk aspek kelembagaan sosial ekonomi.
Sosialisasi perlu dilakukan secara intensif melibatkan warga. Kita perlu memahami posisi warga pulau Rempang yang harus bergeser, mulai dari sisi psikologis, hingga menyangkut penghidupan mereka di masa mendatang.
Benar diperlukan mediator independent untuk agar warga mendapatkan kesepakatan yang adil (Kompas 10 Oktober, 2023). Dalam hal ini dikedepankan pendekatan humanis, berbasis komunitas, dan inklusif. Kompensasi diberikan dalam rangka mendukung 'investasi hijau', yang antara lain menghasilkan industri EBT untuk transisi energi.
Badan Pengusahaan (BP) dan Pemkot Batam juga dapat memfasilitasi terbentuknya koperasi nelayan di lokasi baru untuk mendukung operasional nelayan dalam melaut dan memasarkan hasil lautnya, termasuk menjadi pemasok untuk kawasan industri yang akan berdiri. Koperasi nelayan ini dapat diberikan hibah (modal awal dan kantor sementara) serta mengelola program-program lain, misalnya fasilitas cold storage dan pembangunan tempat pelelangan ikan (TPI).
Selain itu, BP Batam dan Pemkot Batam bersama-sama warga di lokasi barunya dapat melakukan kegiatan konservasi, misal dengan membangun koridor hutan bakau untuk mendukung keberlanjutan perikanan laut.
Solusi komprehensif ini sesuai dengan prinsip ekonomi demokratik berkelanjutan seperti komunitas, inklusi, dan pembangun kemakmuran bersama melalui koperasi. Semua instansi terkait perlu bersinergi, 'satu suara dan satu irama' dalam menyukseskan program strategis yang bernilai tinggi.
Wihana Kirana Jaya
Guru Besar FEB UGM