Menjelang tahun 2024, iklim politik dan kondisi moneter global akan menjadi dua tema utama yang akan mempengaruhi kondisi perekonomian Indonesia di tahun depan. Periode Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang akan memiliki dampak pada pertumbuhan dan berbagai indikator makroekonomi lainnya terutama di awal tahun.
Di sisi lain, dunia masih terus dibayangi berbagai risiko dan ketidakpastian. Mulai dari risiko pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melemah, konflik geopolitik Ukraina-Rusia dan konflik Palestina-Israel, perubahan iklim, hingga naiknya harga komoditas secara global.
"Prediksi ekonomi Indonesia selalu menjadi sorotan di pengujung tahun, dan tahun 2024 ini tidak terkecuali. Tahun 2024 tidak hanya membawa tantangan, tetapi juga peluang besar untuk memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia," kata CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani dalam Economic Outlook 2024 di Home by Moonshine, Sampoerna Strategic Square, ditulis Jumat (1/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan yang sama, Direktur dan Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adinegara yang mengatakan investasi selalu mengalami perlambatan setiap tahun politik, sementara tahun 2024 investasi diperkirakan akan tumbuh positif namun melandai di angka 3%.
Menurutnya, hal ini dipengaruhi, salah satunya karena investor yang masih wait and see namun demikian, ada juga investor yang tetap berinvestasi walau pemilu masih berlangsung khususnya untuk sektor makanan dan minuman, serta sektor otomotif karena peluang konsumsi domestik yang besar.
"Namun tantangan yang harus diperhatikan oleh pemerintah adalah bagaimana cara menjaga konsumsi rumah tangga dalam mendukung stabilitas ekonomi. Diperkirakan efek Pemilu sendiri hanya mempengaruhi 0,3-0,4% dari PDB," jelasnya.
Ia mengatakan, secara umum kinerja ekspor dan investasi Indonesia akan dipengaruhi oleh permintaan China, hingga situasi politik Amerika yang akan melakukan pemilu tahun depan. Kecenderungan yang sering terjadi sebelum pemilu di AS berlangsung adalah banyak dana asing di berbagai negara berkembang yang ditarik untuk diinvestasikan kembali ke pasar saham AS, termasuk Indonesia.
"Maka dari itu, perlu dukungan dari pemerintah untuk terus menguatkan perekonomian domestik yang banyak ditumpu oleh para pelaku usaha domestik termasuk UMKM dan juga para investor domestik. Bentuk dukungan pemerintah bisa melalui melanjutkan PPH final 0,5% UMKM, menunda kenaikan tarif PPN 12% serta adanya upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga dari sisi pasokan, dan juga menjaga harga energi agar tetap stabil," kata Bhima.
Grant Thornton sendiri menyebutkan bahwa tahun politik tidak terlalu mempengaruhi keputusan para pelaku usaha untuk mendaftarkan sahamnya di bursa saham. Tagor Sidik Sigiro, Assurance Partner Grant Thornton Indonesia menilai masih ada persiapan untuk melakukan IPO dari mulai akhir semester I tahun 2023 hingga memasuki awal tahun 2024.
"Dalam masa pendaftaran 6 bulan untuk penerbitan proses IPO, para klien kami berpendapat bahwa hasil pemilu tidak terlalu mempengaruhi keputusan mereka untuk go public, karena mereka yakin bahwa saham domestik tetap akan diserap oleh investor domestik," jelasnya.
Sementara itu, dari sisi ekonomi global, Grant Thornton melihat bahwa Indonesia berada di posisi strategis, dimana mereka berada diantara powerhouse ekonomi seperti Tiongkok, India, dan Australia.
Saat ini, kawasan Asia Pasifik ini bahkan menjadi market menarik bagi perekonomian global karena dapat mendalami dua peran sekaligus yaitu menjadi produsen maupun konsumen. Hal itu juga, menurut Grant Thornton, semakin diperkuat dengan tumbuhnya bisnis-bisnis baru di negara-negara emerging market seperti Indonesia, di kawasan Asia Pasifik.