Calon Presiden (Capres) nomor urut 1, Anises Baswedan menyampaikan tentang potensi tantangan yang akan dihadapi Indonesia di masa mendatang. Salah satunya ialah tentang kondisi lingkungan hidup.
Menurutnya, saat ini di dunia terjadi ketidakadilan iklim di mana negara maju yang hanya menduduki porsi 12% dari penduduk dunia, memproduksi 50% karbon dunia. Namun dampak emisi gas rumah kaca (GRK) justru paling dirasakan oleh negara-negara miskin.
"Ada ketidakadilan iklim di sini. 12% penduduk dunia ada di negara maju, memproduksi dari 50% emisi karbon dunia. Tapi dampak dari green house emission itu dirasakan dunia, khususnya pada mereka yang tidak mampu," kata Anies, dalam acara CIFP 2023 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di Indonesia kita merasakan, ketika terjadi pergeseran (iklim), kita menyebutnya bukan climate change (perubahan iklim) tapi climate crisis (krisis iklim). Yang paling merasakan justru (masyarakat) yang paling bawah," sambungnya.
Lebih lanjut, ia pun mencontohkannya dengan kondisi gelombang panas yang melanda DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Menurutnya, pada kala itu yang paling merasakan dampak buruk ialah masyarakat kalangan kurang mampu.
"Ketika kemarin kita merasakan ada heat wave di Jakarta dan Indonesia, yang mampu tinggal nyalain AC, nyaman. Tapi bagi yang tidak, itu luar biasa dampaknya pada kesehatan dan lain-lain. Target mitigasi, target adaptasi untuk perubahan iklim ini belum terpenuhi," ujarnya.
Bahkan lebih jauh lagi, kali ini proyeksi dunia dalam hal kenaikan suhu bumi bukan lagi terpaut pada kenaikan 1,5 Celcius seperti pada Paris Agreement. Anies mengatakan, saat ini prediksinya malah akan naik jadi 2,5-3 derajat Celcius. Kondisi ini akan berdampak sangat besar terhadap Indonesia yang merupakan negara kepulauan.
"Itu dampaknya luar biasa. Bagi kita di Indonesia, apalagi kenaikan permukaan air laut sangat berubah dan dampaknya di negara kepulauan seperti Indonesia akan sangat besar," pungkasnya.