Pendapatan atau gaji menjadi salah satu faktor pertimbangan seorang karyawan bertahan di perusahaannya. Jadi, gaji yang kecil atau tidak kunjung naik mungkin bisa jadi alasan seseorang jadi tak semangat dalam bekerja.
Selain itu, bonus yang tak ada juga menjadi salah satu masalah yang dirasakan seorang pekerja. Lantas, jika tidak ada kenaikan gaji dan bonus, apakah pekerja perlu melakukan quiet quitting atau resign?
Istilah quiet quitting artinya tindakan seorang pekerja yang membatasi kontribusinya dalam bekerja alias kerja seperlunya, kebalikan dari kerja keras.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktisi dan Konsultan Manajemen SDM Indonesia dan ASEAN, Audi Lumbantoruan tidak menyarankan pekerja melakukan quiet quitting. Dia menilai tindakan quiet quitting bisa terjadi karena hubungan antara pekerja dan atasan tidak baik dan kurangnya komunikasi.
Audi mengingatkan bahwa seorang pekerja diterima di suatu perusahaan karena dianggap akan menjadi karyawan yang memiliki potensi besar. Jadi, karyawan merupakan harapan perusahaan untuk berkembang pesat.
"Menurut saya, quiet quitting itu dimulai dari kondisi yang kurang harmonis, kurang transparan, kurang jelas. Karena gini, 'saya diterima bekerja di perusahaan pastinya karena dianggap sebagai calon karyawan yang punya potensi bagus di awal masuk'," kata Audi kepada detikcom, Sabtu (16/12/2023).
Baca juga: Ngerasain Ini di Kantor? Fix Harus Resign |
"Kita dipertimbangkan menjadi kandidat yang bagus, makanya kita dipanggil bekerja. Nggak mungkinlah perusahaan terima karena kita jelek, nggak mungkin," lanjutnya.
Audi menyarankan agar ada keterbukaan antara pekerja dan atas jika terjadi masalah, seperti salah satunya soal gaji. Karena menurutnya hal tersebut bisa dikomunikasikan.
"Kita harus punya hubungan baik dengan atasan, manajemen, pemilik perusahaan. Dengan begitu kita bisa terbuka. Jangan kita kucing-kucingan, kita menghindari satu sama lain. Misalnya diskusi pekerjaan, kendalanya apa yang dihadapi, mengaku tidak masalah bahwa tidak maksimal tahun ini, kemudian mengajukan rencana tahun depan gimana," jelas dia.
Sementara bonus, merupakan sesuatu yang tidak wajib. Jadi hal ini harus melihat bagaimana kinerja dari perusahaan itu sendiri, apakah sanggup menambah insentif dengan bonus.
"Yang boleh dilakukan perusahaan tidak menjadi kewajiban adalah memberi bonus. Karena bonus itu bergantung kepada kemampuan perusahaan bisa memberikan kepada karyawan apa nggak, tergantung keadaan kondisi perusahaan, kondisi lagi bagus mungkin bisa kasih, kalau misalnya lagi kurang bagus ya mungkin mereka nggak bisa sekarang, atau tahun depan atau bertahap," jelasnya.
Apakah Perlu Resign?
Kemudian, Audi tidak menyarankan pekerja langsung melalukan resign. Karena ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat memutuskan keluar atau berhenti bekerja selain perihal gaji.
"Pertama, saya masih bisa berkembang nggak, karier dan pekerjaan di perusahaan ini? Kedua, apakah saya dengan bekerja di tempat sekarang apa yang dapat membantu saya untuk maksimal bekerja di sini, karena kalau kita kerja maksimal tetapi hati dan pikiran di tempat lain juga percuma. Jadi harus berdamai dengan diri sendiri," kata Audi dihubungi terpisah.
"Ketiga, kalau saya pindah ke tempat lain bagaimana di tempat lain bisa membantu saya bisa bekerja lebih baik dari sekarang?" lanjut dia.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza menjelaskan, ada dua faktor yakni penarik dan pendorong seseorang harus pindah atau berhenti bekerja. Untuk faktor penarik biasanya ada peluang di luar tempat kerja saat ini yang dinilai lebih menarik.
"Pangkat atau jabatan yang lebih baik dan kesejahteraan lebih baik," kata Ivan kepada detikcom.
Kemudian, faktor pendorong dari internal perusahaan. Misalnya lingkungan kerja yang semakin buruk untuk perkembangan karier, termasuk kurang kesejahteraan selama bekerja.
"Kondisi perusahaan atau pekerjaan di internal yang semakin memburuk. Baik dari sisi finansial, reputasi, komersial dan seterusnya makin memburuk, inilah saatnya kita harus mencari pekerjaan yang lebih baik," jelas dia.
"Pada akhirnya kita bekerja untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. Kalau kita bekerja tapi kesejahteraan tambah buruk itu saatnya kita mencari yang lebih baik," tambah dia.
(kil/kil)