Pengamat ekonomi menilai semua pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) tidak menggantungkan visi ekonomi pada sektor industri ekstraktif seperti migas dan batubara. Mereka menilai ketergantungan Indonesia di sektor tersebut membuat pertumbuhan ekonomi nasional selalu volatil alias tidak menentu dan berdampak terhadap perubahan lingkungan.
"Sektor ekstraktif berdampak terhadap volatilitas pertumbuhan ekonomi. Ganjar bilang pertumbuhan ekonomi mau 7%, Anies juga proyeksinya optimis tapi tidak sampai 7%, Prabowo mau mengejar Indonesia Emas 2045. Jadi semua pengin (pertumbuhan ekonomi) tinggi, tapi kita tambahkan, bahwa tinggi saja tidak cukup, kualitas pertumbuhan ekonomi tidak akan tercapai kalau Indonesia cuma bergantung pada sektor ekstraktif," ucap Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira dalam agenda Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik yang terlaksana Selasa, (19/12/2023) di William's Restaurant, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Bhima kemudian menjelaskan dari aspek ketersediaan lapangan kerja, ketergantungan Indonesia terhadap industri ekstraktif juga membuat ketersediaan lapangan kerja di industri migas dan batubara tidak menentu. Hal ini disebabkan naik turunnya industri migas dan batubara sangat bergantung pada harga komoditas di level global.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan lupa pernah ada kampung pengangguran di Kaltim karena harga batubara. Harga batubara dan migas kita tidak bisa kendalikan. Ada perang dan sebagainya. Banyak faktor-faktor eksternal yang membuat volatilitas ekonomi. Makanya Kita harus move on dari industri ekstraktif," tegasnya.
Oleh sebab itu, Bhima mengatakan salah satu sektor yang bisa menjadi solusi alternatif dari industri ekstraktif adalah ekonomi hijau. Berdasarkan catatan CELIOS, ia menjelaskan ekonomi hijau bisa menyumbang Rp 2.943 triliun atau meningkatkan pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar 14,3% pada 2024 (dengan asumsi PDB Rp 20.567 triliun).
Kontribusi ekonomi hijau diprediksi lebih tinggi dari kontribusi sektor ekstraktif yakni migas dan batubara yang mencapai Rp 1.843 triliun. Ekonomi hijau juga punya dampak positif bagi pertanian, kehutanan, dan perikanan. Dampak positif terhadap konstruksi juga karena ketika PLTU akan pensiun, akan ada banyak proyek pembangunan sumber energi baru terbarukan (EBT) yang notabene perlu anggaran konstruksi besar.
"Kalau begini-begini saja ekonomi hanya Rp 1.483 triliun business as usual. Tapi kalau bergerak ekonomi hijau ada Rp 2.943 triliun potensi ekonominya, dua kali lipat dibanding business as usual. PDB tinggi dan berkualitas jawabannya transisi ekonomi hijau," tegasnya.
Menanggapi hal tersebut Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (Timnas) Anies Baswedan-Cak Imin, Irvan Pulungan, mengatakan pihaknya berkomitmen soal transisi ekonomi hijau. Ia menjelaskan AMIN melihat transisi ekonomi hijau adalah backbone dari kebijakan ekonomi politik di masa yang akan datang.
"Ini sudah dibicarakan dua tahun lalu sebelum pasangan mendaftar ke KPU, kami merasa dalam konteks transisi ekonomi hijau, dalam konteks perubahan kita bicara bagaimana RPJMN 2020-2029 bisa jadi jembatan emas untuk mendorong kebijakan ekonomi yg lebih hijau dan berkelanjutan. Penting untuk menjaga proses yang ada di Bappenas, dan kami menjaga di konteks itu bila terpilih," jelasnya.
Sementara Dewan Pakar TKN Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran Drajad Wibowo, menjelaskan pihaknya akan melanjutkan upaya pemerintah yang sudah berjalan soal ekonomi hijau. Selain itu, Prabowo-Gibran juga menempatkan mitigasi perubahan iklim sebagai tantangan pertama dari delapan tantangan yang ada. Ia menjelaskan pasangan Prabowo-Gibran menempatkan perubahan iklim adalah faktor utama yang dapat merembet ke banyak hal.
"Makanya dalam turunan program Prabowo-Gibran ada program ekonomi hijau dan ekonomi biru. Yang belum banyak kami sosialisasikan kita adalah menangani lingkungan tidak hanya dari sisi natural resource management, tapi sisi human resource management. Bonus demografi yang besar kalau tidak ditangani bisa jadi beban demografi yang mengancam lingkungan," ungkapnya.
Adapun Dewan Pakar Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud Agus Hermanto, menuturkan bahwa sikap pasangan Ganjar-Mahfud tidak hanya sejalan, tapi berupaya menjadi pemimpin dalam mendorong sektor ekonomi hijau. Menurut Agus, penerapan ekonomi hijau dan ekonomi biru bisa menjadi menjadi sumber pertumbuhan baru ekonomi Indonesia dalam jangka panjang. Selain itu, program desa mandiri energi yang menggunakan EBT juga didorong Ganjar-Mahfud untuk memasok kebutuhan energi masyarakat.
"Program ekonomi hijau kita sampaikan, bahwa pengembangan EBT juga dilakukan untuk mengurangi impor energi fosil dan mengurangi energi gas rumah kaca. Potensi EBT kita juga harus ditingkatkan" ujar dia.
Lihat juga Video: Pandangan Anies soal Kapasitas Cak Imin Jelang Debat Cawapres