Cokelat merupakan camilan favorit banyak orang di dunia. Namun siapa sangka, salah satu desa di Yogyakarta memiliki pertanian kakao yang produk olahannya seperti cokelat berpotensi mendunia.
Desa itu merupakan binaan dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI, beroperasi dengan nama Indonesia Eximbank). Tepatnya di Desa Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta yang dikenal sebagai wilayah penghasil kakao.
Kakao di desa itu dinilai mampu menyumbang ke devisa negara melalui ekspor. Ketua Koperasi UMKM Omah Kakao Gunung Kidul, Ahmad Nasrodin mengatakan di wilayahnya terdapat perkebunan seluas 10,5 hektare (ha) atau setara dengan 5.326 pohon kakao.
Dia menyebut, desa ini mampu memproduksi hingga 20 ton kakao per tahun. Tidak sampai di situ, hasil panen kakao di sini juga diproduksi lebih lanjut menjadi berbagai macam produk, sehingga meningkatkan nilai tambah, seperti kakao fermentasi, bubuk cokelat, dan lemak kakao.
"Dulu kita kelola manual, nggak ada ilmunya. Jadi, kakao setelah dipetik kita keringkan, kemudian kita jual. Jadi harganya sangat rendah. Akhirnya kita ketemu LPEI ini mendatangkan dari beliau ahli kakao, kita dikasih tahu cara fermentasi kakao yang baik. Ternyata waktunya simple, hanya 5 hari, dulu 7 hari," jelas dia, ditemui di Nglanggeran, Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta, dikutip Jumat (22/12/2023).
Ahmad bercerita, setelah tahu bagaimana cara melakukan fermentasi kakao yang baik, produk hasil fermentasi, harganya Rp 60 ribu per kilogram (kg), dari sebelumnya Rp 20 ribu per kg.
Koperasi UMKM Omah Kakao Gunung Kidul juga memproduksi hasil fermentasi kakao itu untuk membuat cokelat dan bubuk cokelat. Ahmad mengatakan kedua produk itu dibuat oleh ibu-ibu sekitar desa.
Dia bilang dari tiga kilogram kakao bisa menjadi 1 kilogram bubuk yang harganya Rp 250 ribu. Sementara lemaknya dari 5 kilogram kakao, menghasikan 700 gram lemak cokelat. Namun harganya per satu kilogramnya Rp 175 ribu.
"Nah tetapi karena kita juga punya komunitas ibu-ibu UMKM, produk itu tidak mungkin kita jual semua. Jadi, di samping langsung bentuk, kalau ekspor kan bentuk biji kakao. Bagaimana ini (biji kakao) tidak hanya Rp 60 ribu saja. Dengan cara kita olah, kita jadikan olahan termasuk bubuk, kita sudah punya mesin, bubuk itu akan menghasilkan lemak. Jadi, kakao menghasilkan dua produk, pertama bubuk dan lemak," terang dia.
Kakao Gunung Kidul sudah diekspor. Cek halaman berikutnya.
(ada/ara)