Pajak hiburan ditetapkan menjadi 40-75% mulai Januari 2024. Keputusan itu menimbulkan kritik dari pelaku bisnis hiburan, termasuk pengacara kondang Hotman Paris dan baru-baru ini pedangdut ternama Inul Daratista.
Ekonom dari Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Nailul Huda mengatakan besaran pajak hiburan tersebut akan membuat mayoritas pelaku usaha keberatan. Untuk itu, dirinya mengusulkan dilakukan evaluasi selama 3 bulan sekali.
"Pengelola objek hiburan pasti akan keberatan dengan peningkatan tersebut. Patut dikaji secara periodik untuk besaran angkanya, tiga bulan sekali harus ada evaluasi," kata Nailul saat dihubungi, Senin (15/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Nailul berpandangan pengaruh tersebut akan cukup terbatas kepada permintaan. Pasalnya konsumsi seperti hiburan diperkirakan akan meningkat seiring dengan pembukaan kegiatan masyarakat.
"Pasti akan mendorong dengan signifikan jika pajak hiburan dikenakan hingga 75%. Terlebih konsumsi seperti hiburan akan meningkat seiring dengan pembukaan kegiatan masyarakat. Masyarakat juga sudah haus untuk hiburan sehingga permintaan akan cukup meningkat," ucapnya.
Beberapa sektor usaha diakui cukup terdampak. Nailul pun bicara terkait adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Potensi PHK pasti ada, sangat tergantung dari seberapa dalam penurunan permintaan. Untuk beberapa sektor saya rasa cukup terdampak, namun ada yang dampaknya terbatas," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono mengatakan pajak hiburan sebesar 40-75% tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).
Pengaturan lebih lanjutnya ada di peraturan daerah (Perda) masing-masing Kota/Kabupaten. Jadi, Bupati/Walikota disebut harus duduk bareng dengan anggota DPRD.
"Besaran tarif 40%-75% itu merupakan keputusan politis antara DPR dan Pemerintah pusat sesuai Psl 23A UUD 1945. Jadi, range tarif tersebut dianggap tepat secara politik karena UU HKPD merupakan hasil kompromi politik antara eksekutif dan legislatif (sebagai wakil rakyat)," pungkasnya.