Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengungkapkan okupansi atau tingal pengunjung mal Indonesia sepanjang 2023 naik mencapai 80%, sementara untuk tahun ini okupansi ditargetkan dapat mencapai 90%.
Berdasarkan data yang dipaparkannya, okupansi mal pada tahun sebelum pandemi mencapai 90%. Namun, selama pandemi pada rentang 2020-2021 okupansinya turun menjadi 70%. Sedangkan tahun 2023, rata-rata okupansi nasional hanya 80%.
"Berdasarkan data yang kami miliki tingkat okupansi di pusat belanja sebelum covid itu rata-rata nasional ada berada di 90% kemudian selama covid 2020-2021 itu turun drop 20% sehingga rata-rata hanya sekitar 70%. Menggembirakan menjelang 2022, tingkat kunjungan sudah mulai meningkat. Sehingga tahun 2023 kita tutup tahun 2023, secara nasional rata-rata bisa mencapai sekitar 80%," ungkap Ketua Umum (APPBI) Alphonzus Widjaja, dalam acara Konferensi Pers Asosiasi Ritel dan Ekosistem "Kebijakan yang Tepat untuk Perdagangan Dalam Negeri", Gedung Rodenstock, Jakarta Barat, Selasa (16/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia pun menargetkan tingkat okupansi mal pada tahun 2024 bisa menyentuh 90%. Namun, dia pesimistis terhadap target tersebut. Pasalnya, sebagian besar pengusaha ritel yang sama sekali tidak menargetkan pembukaan toko baru pada tahun 2024.
Dia menilai situasi ini dapat terjadi karena adanya aturan-aturan pemerintah yang tidak tepat sasaran, salah satunya pembatasan impor. Menurutnya, aturan tersebut tidak efektif sehingga menimbulkan dampak-dampak lain yang tidak diharapkan.
"Setelah kami amati ternyata salah satu faktornya adalah akibat dari pemberlakuan pemerintah ketentuan-ketentuan yang menurut kami kurang tepat dan tidak tepat sasaran begitu sehingga mengakibatkan dampak lain-lain yang sebetulnya kita tidak harapkan. Salah satunya pemerintah akhirnya memutuskan untuk membatasi ataupun memperketat impor," jelasnya.
Dia menyebut sebenarnya yang menjadi hambatan produk dalam negeri adalah adanya produk-produk ilegal. Dia bilang, jika permasalahan tersebut tidak diatasi, dapat menimbulkan dampak, salah satunya retailer yang menunda pembukaan tokonya.
Padahal dia melihat adanya peluang membuka usaha atau toko di Luar Pulau Jawa. Berdasarkan data yang dimilikinya, sebagian besar mal dibuka di Pulau Jawa dan Bali, terutama di DKI Jakarta. Angkanya bisa mencapai 350 mal.
"Inilah yg terjadi di pusat belanja banyak pengusaha retail banyak yang menunda bahkan membatalkan toko-toko baru. Kami di pusat belanja mengalami kendala istilahnya kekurangan penyewa akibat banyak retailer yang menunda ataupun membatalkan membuka usaha. Kembali lagi kami prihatin ini di 2024 ini akan terjadi stagnasi di industri usaha retail karena dua kategorinya dampak terganggu impor maupun produk dalam negerinya terganggu," lanjutnya.
(rrd/rir)