Hotman Paris Bersurat hingga Luhut Minta Pajak Hiburan 40-75% Ditunda

Hotman Paris Bersurat hingga Luhut Minta Pajak Hiburan 40-75% Ditunda

Anisa Indraini - detikFinance
Kamis, 18 Jan 2024 10:33 WIB
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. (Dok. akun Intagram Luhut)
Foto: Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. (Dok. akun Intagram Luhut)
Jakarta -

Pengacara kondang Hotman Paris ternyata menyurati Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menunda pelaksanaan pajak hiburan jadi 40-75%. Surat dikirimkan pada hari yang sama ketika Luhut bersuara meminta kebijakan itu ditunda.

Law Firm Hotman Paris & Partners menyurati Luhut pada Rabu (17/1) untuk penundaan pelaksanaan Pasal 58 Ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Atau meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pusat (PERPPU) untuk menunda atau membatalkan pelaksanaan aturan tersebut.

"Kami mohon agar Pemerintah Pusat Republik Indonesia berkenan mengeluarkan Keputusan Presiden yang mengubah/menunda pelaksanaan pasal 58 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD. Atau agar lebih kuat dasar hukumnya dimohon agar Presiden RI mengeluarkan PERPPU untuk tidak memberlakukan atau membatalkan Pasal 58 ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 2022," tulis isi surat tersebut yang ditujukan untuk Luhut, dikutip Kamis (18/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masih dalam surat itu, Hotman Paris dan timnya mengaku banyak mendapat pengaduan terkait diberlakukannya peraturan tersebut mulai 5 Januari 2024. Aturan itu menetapkan khusus barang dan jasa tertentu (PBJT) atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa tarif pajaknya minimal 40% dan maksimal 75%.

Hotman Paris menilai kebijakan itu masih bisa ditunda atau diubah. Hal ini merujuk pada Pasal 97 UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang HKPD, di mana untuk mendukung kebijakan kemudahan berinvestasi, mendorong pertumbuhan industri dan/atau usaha yang berdaya saing tinggi, serta memberikan pelindungan dan pengaturan yang berkeadilan, pemerintah sesuai dengan program prioritas nasional dapat melakukan penyesuaian terhadap kebijakan pajak dan retribusi.

ADVERTISEMENT

"Bahwa kenaikan pajak hiburan yang tinggi sangat bertentangan dan keluar jalur. Pasalnya industri ini merupakan jaring pengaman untuk menyerap tenaga kerja Indonesia secara masif, tanpa memandang tingkat pendidikan," sebut salah satu poin alasan kebijakan tersebut harus ditunda menurut Hotman Paris.

Hotman Paris menilai kenaikan pajak hiburan atas diskotek, karaoke, kelab malam, bar dan mandi uap/spa yang begitu tinggi akan mematikan industri hiburan yang baru saja bangkit setelah dihantam pandemi COVID-19. Kenaikan itu justru disebut akan menghilangkan daya saing industri hiburan Indonesia terhadap industri hiburan Internasional.

"Terlebih lagi berbagai pihak termasuk para pengusaha, organisasi-organisasi seperti Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) dan Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) tidak pernah dilibatkan dalam penyusunan UU Nomor 1 Tahun 2022 tersebut," tutur Hotman Paris.

Luhut pun sudah bersuara terkait polemik ini. Melalui video yang diunggah di Instagram pribadinya, ia mengaku telah mengadakan pertemuan dengan instansi terkait dan meminta agar pelaksanaannya ditunda dulu.

"Ya memang kemarin saya justru sudah dengar itu dan saya langsung kumpulkan instansi terkait masalah itu, termasuk Pak Gubernur Bali dan sebagainya. Jadi kita mau tunda dulu saja pelaksanaannya," kata Luhut, Rabu (17/1).

Dia menyebut Undang-Undang tersebut bukan berasal dari pemerintah, melainkan dari Komisi XI DPR RI. Untuk itu, dia telah memutuskan untuk mengevaluasi dan judicial review atau hak uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jadi hiburan tuh jangan hanya dilihat diskotek, bukan ini. Banyak sekali impact pada yang lain, orang yang menyiapkan makanan, jualan dan yang lain sebagainya. Saya kira saya sangat pro dengan itu dan saya tidak melihat alasan untuk kita menaikkan pajak dari situ," imbuhnya.

Simak Video 'Polemik Pajak Hiburan 40-75% Ramai Diprotes Karena Terlalu Tinggi':

[Gambas:Video 20detik]



(aid/das)

Hide Ads