Selain melayangkan surat terbuka, Aprindo juga tetap akan melayangkan gugatan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Aprindo memastikan, akan menjalankan, akan meneruskan gugatan memasukan masalah rafaksi ke ranah hukum. Sudah pasti, tidak akan mundur, tidak akan menyerah, tidak akan takut, tidak akan khawatir sama siapapun," jelas dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Roy mengatakan saat ini tengah melakukan proses pemenuhan dokumen yang juga melibatkan produsen sebagai pelaku yang terlibat dalam penugasan program rafaksi tersebut. Untuk itu, dia belum memastikan kapan gugatan itu akan resmi dilayangkan ke PTUN.
"Karena kita perlu memastikan legal standing kita terpenuhi. Legal standing itu artinya perjanjian dengan pemerintah itu tidak langsung ke ritel tapi ke produsen, jadi perlu bersama-sama dengan produsen distributor yang terdampak rafaksi belum dibayar, bersama-sama gugat pemerintah," pungkasnya.
Sebagai informasi, utang pemerintah terkait program satu harga minyak goreng (rafaksi) minyak goreng sudah dua tahun belum dibayarkan kepada pengusaha.
Kala itu semua pengusaha diminta menjual minyak goreng seharga Rp 14.000 per liter, sementara itu harga minyak goreng di pasaran kala itu berkisar di Rp 17.000-20.000 per liter. Nah selisih harga atau rafaksi itu dalam Permendag 3 disebut akan dibayarkan pemerintah.
Masalah muncul ketika Permendag 3 digantikan dengan Permendag 6 tahun 2022. Beleid baru itu membatalkan aturan lama soal rafaksi yang ditanggung pemerintah. Padahal, seharusnya utang pemerintah kepada pengusaha tetap harus dibayarkan.
(ada/hns)