Ni Luh Djelantik Sebut Bar-Beach Club Mati Suri, Minta Sri Mulyani ke Bali

Ni Luh Djelantik Sebut Bar-Beach Club Mati Suri, Minta Sri Mulyani ke Bali

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 22 Jan 2024 18:30 WIB
Politisi dan desainer asal Bali.
Foto: (Instagram/ Ni Luh Djelantik)
Jakarta -

Founder Niluh Djelantik dan Aktivis Sosial, Ni Luh Putu Ary Pertami Djelantik menyebut, kenaikan tarif pajak untuk bisnis hiburan tertentu menjadi 40-75% mulai terasa dampaknya. Menurutnya, sejumlah tempat hiburan di Bali perlahan mulai mati suri.

Kenaikan besaran pajak ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Dalam aturan itu, kenaikan dengan nominal tersebut berlaku untuk jasa hiburan tertentu seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga mandi uap/spa.

"Saya berharap Mas Menteri (Sandiaga Uno) bisa mengajak Ibu Sri Mulyani ke Bali, bertemu dengan para pengusaha spa, bertemu dengan semua pengusaha hiburan," kata Ni Luh dalam acara The Weekly Brief with Sandi Uno (WBSU) dalam siaran langsung YouTube Kemenparekraf, Senin (22/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ni Luh mengatakan, 60% dari kehidupan masyarakat Bali bersumber dari sektor pariwisata. Oleh karena itu, ia meminta agar pemerintah tidak menyamaratakan semua jenis hiburan masuk ke dalam golongan penggunaan oleh orang-orang tertentu.

"Kalau spa itu, mandi uap, itu kalau kita misalnya massage (pijat) dengan para pelaku, pekerja pariwisata yang berada di jalanan di Seminyak, di Legian, dan di Kuta, itu tarifnya hanya Rp 150 ribu. Dengan tarif Rp 150 ribu dan kemudian diterapkan pajak seperti yang disampaikan, itu sama dengan membunuh rakyat," jelasnya.

ADVERTISEMENT

"Karena ada puluhan ribu yang kerja di sana, karena ada puluhan ribu yang bekerja di restoran, di bar, di nightclub, dan saya bisa sampaikan bahwa rakyat Indonesia itu bekerja dengan keras dan kemudian mereka memerlukan refreshing," sambungnya.

Ia juga menekankan, tidak semua orang pergi untuk melakukan aktivitas hiburan tersebut untuk tujuan yang kurang baik ataupun berfoya-foya. Menurutnya, banyak juga yang pergi hanya untuk refreshing setelah lelah bekerja dan menggunakan uang hasil kerja kerasnya.

Begitu juga dengan golongan hiburan seperti karaoke keluarga. Menurutnya, bisnis ini tak boleh disamakan dengan karaoke lainnya. Pasalnya, karaoke ini juga kerap dipergunakan untuk aktivitas keluarga, dalam hal ini orang tua dan anak-anaknya.

Selain itu, menurutnya jika pajak sebesar itu diterapkan, tidak menutup kemungkinan sejumlah pelanggan memilih mengalihkan uangnya ke negara lain seperti Thailand.

"Tolong banget, saya terserah kepada Mas Menteri. Please fight for us mas, please fight for us. Datangilah rumah-rumah makan itu, datangilah bar-bar itu, datangilah beach club itu yang sekarang sudah mati suri mas. Come to Bali, come with me and I will show you around," ujarnya.

Ni Luh mengatakan, dirinya membawa pesan dari seluruh pengusaha yang tidak bisa hadir dalam kesempatan itu. Satu hal lainnya yang juga ditekankannya ialah kebijakan fiskal apapun termasuk insentif tidak dibutuhkan para pengusaha.

"They need a proper regulation. Bukan artinya mereka bayar sekian kemudian dikurangi menjadi apa, they don't need that. Belajarlah dari Thailand. kalau kalian peduli sama rakyat, kami jujur membayar pajak, kami bekerja keras membayar pajak, dari uang yang tidak kami punya, so please this time listen to us," pungkasnya.

(shc/ara)

Hide Ads