Pengacara kondang sekaligus pengusaha hiburan Hotman Paris Hutapea menduga ada pejabat yang tidak melapor ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) hiburan dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).
Hotman bilang, ada kabar dari kenalannya di Istana yang mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak tahu ada aturan yang memantik protes para pengusaha.
"Sepertinya waktu itu pembahasannya tak sampai ke level atas. Bahkan sumber yang saya dapat resmi dari Istana, presiden pun tak tahu soal itu. Berarti ada oknum pejabat bawahan yang tidak melaporkan secara detail. Ya itu," ungkap Hotman di kantor Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Jumat (26/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena kalau otak lu masih normal, nggak ada perusahaan yang bayar 40% dari gross, kalau untung 10% tapi harus bayar 40% itu ada keanehan," katanya.
Ketika dikonfirmasi soal siapa pejabat yang dia maksud, Hotman tak mau bicara. Namun dia menyebutkan pejabat itu termasuk orang yang membahas UU HKPD di DPR.
"Ya saya nggak tahu, pakai tanya lu. Karena setiap undang-undang kan pasti ada pejabat dari pemerintah. Anda udah tahu lah. Kalau pembentukan Undang-undang menyangkut ini siapa," sebut Hotman.
"Udah lah, udah tahu lah, dan kebetulan sekarang rada-rada berbeda haluan gitu," katanya.
Ketika dikonfirmasi apakah pejabat yang dimaksud dari Kementerian Keuangan, Hotman tak mau komentar. Intinya, dia bilang Jokowi marah dengan aturan ini. "Pokoknya no comment. Sekali lagi, Pak Jokowi juga marah," lanjutnya.
Hotman meminta agar Jokowi memeriksa pejabat tersebut. Dia masih tak mau membeberkan pejabat siapa yang dia maksud.
"Saya pesankan, saya mohon kepada bapak Presiden, agar memeriksa pejabat terkait yang dulu ikut di DPR untuk menyetujui UU ini. Kenapa tidak lapor secara detail ke Presiden? Karena pak Jokowi saya tahu juga marah adanya pasal ini," kata Hotman.
"Jadi saya mohon ke pak Jokowi agar pejabat terkait yang menyetujui dan tanpa mensosialisasikan ini 40-75% agar diperiksa, bila perlu segera diganti," tegasnya.
(ara/ara)