5 Fakta Pajak Gaji Karyawan Pakai TER: Bikin Cemas hingga DJP Buka Suara

5 Fakta Pajak Gaji Karyawan Pakai TER: Bikin Cemas hingga DJP Buka Suara

Ilyas Fadilah - detikFinance
Sabtu, 27 Jan 2024 07:30 WIB
Gedung Kementrian Keuangan dan Direktorat Jendral Pajak. File/detikFoto.
Kantor Pusat DJP/Foto: Hasan Alhabshy
Jakarta -

Penggunaan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) jadi sorotan di media sosial. Netizen khawatir jika skema TER membuat potongan pajak pada Desember jadi lebih besar.

Adapun penyederhanaan penghitungan PPh Pasal 21 dalam bentuk TER berlaku mulai 1 Januari 2024. Aturannya tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 tentang Tarif dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Wajib Pajak Orang Pribadi yang berlaku tanggal 1 Januari 2024.

Berikut 5 Fakta soal TER:


1. TER Bukan Pajak Baru dan Tak Ada Beban Tambahan

Dikutip dari Instagram Direktorat Jenderal Pajak @ditjenpajakri, Jumat (26/1/2024), aturan tersebut bukanlah pajak baru sehingga tidak ada tambahan beban pajak baru. TER digunakan untuk memudahkan wajib pajak menghitung PPh Pasal 21.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Hal ini bukan pajak baru dan tidak ada beban tambahan. Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi wajib pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak," tulisnya.

2. Netizen Khawatir Pajak Bengkak

Pengguna media sosial X (dulu Twitter) khawatir potongan pajak di akhir tahun atau Desember akan lebih besar jika penghitungan menggunakan TER. Meskipun gaji di bulan Januari sampai November akan terasa besar karena potongan pajak yang lebih kecil.

ADVERTISEMENT

"Hati-hati mulai gajian Januari ngerasa income after tax lebih gede. Itu karena ada aturan PP-58/2023, dan siap-siap Desember marah-marah karena tax-nya jadi lebih gede," kata akun X @catuaries, dikutip detikcom Kamis (25/1/2024).

Beberapa pengguna X lainnya mengeluh kebingungan menghitung pajak menggunakan TER, seperti yang diungkap akun @mejustyping. "Perhitungan PPh 21 pake TER ini bikin mumet deh. Apa karena gue belum nemu simulasi yang bener ya. Kayaknya udah Desember nanti siap-siap aja bayar pajak lebih besar dari biasanya," katanya.

3. Pengertian TER dan Rumusnya

Sebagai informasi tarif pemotongan PPh Pasal 21 yang digunakan ada 3. Pertama Tarif Pasal 17 Ayat 1 huruf a UU PPh. Kedua Tarif Efektif Bulanan, ketiga Tarif Efektif Harian.

A. Tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a UU PPh Nomor 36 Tahun 2008:
Lapisan penghasilan kena pajak
Sampai dengan Rp 60 juta tarif pajak 5%
Di atas Rp 60-250 juta 15%
Di atas Rp 250-500 juta 25%
Di atas Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar 30%
Di atas Rp 5 miliar 35%

B. Tarif Efektif Bulanan

Penghitungan PPh 21 dengan Tarif Efektif Bulanan menggunakan rumus Penghasilan Bruto X %TER (A/B/C).

Tarif Efektif Bulanan
TER A PTKP: TK/0, TK/1, & K/0
TER B PTKP: TK/2, TK/3, K/1, & K/2
TER C PTKP: K/3

Penjelasan:
PTKP: Penghasilan Tidak Kena Pajak
TK: Tidak kawin
K: Kawin
/0 /1 /2 /3 = Jumlah tanggungan

Tarif Efektif Bulanan Kategori A
Penghasilan sampai dengan Rp 5,4 juta tarif pajak 0% atau tidak dikenakan pajak
Penghasilan di atas Rp 5,4 juta sampai Rp 5,65 juta kena tarif pajak 0,25%
Penghasilan di atas Rp 5,65 juta sampai Rp 5,95 juta kena tarif pajak 0,5%
Penghasilan di atas Rp 5,95 juta sampai Rp 6,3 juta kena tarif pajak 0,75%
Penghasilan di atas Rp 6,3 juta sampai Rp 6,75 juta kena tarif pajak 1%
Penghasilan di atas Rp 6,75 juta sampai Rp 7,5 juta kena tarif pajak 1,25%
Penghasilan di atas Rp 7,5 juta sampai Rp 8,55 juta kena tarif pajak 1,5%
Penghasilan di atas Rp 8,55 juta sampai Rp 9,65 juta kena tarif pajak 1,75%
Penghasilan di atas Rp 9,65 juta sampai Rp 10,05 juta kena tarif pajak 2%
Penghasilan di atas Rp 10,05 juta sampai Rp 10,35 juta kena tarif pajak 2,25%

Tarik Efektif Bulanan Kategori B
Penghasilan sampai Rp 6,2 juta tidak dikenakan pajak alias 0%
Penghasilan di atas Rp 6,2 juta sampai Rp 6,5 juta kena tarif pajak 0,25%
Penghasilan di atas Rp 6,5 juta sampai Rp 6,85 juta kena tarif pajak Rp 0,5%
Penghasilan di atas Rp 6,85 juta sampai Rp 7,3 juta kena tarif pajak 0,75%
Penghasilan di atas Rp 7,3 juta sampai Rp 9,2 juta kena tarif pajak 1%
Penghasilan di atas Rp 9,2 juta sampai Rp 10,75 juta kena tarif pajak 1,5%
Penghasilan di atas Rp 10,75 juta sampai Rp 11,25 juta kena tarif pajak 2%

Tarif Efektif Bulanan Kategori C
Penghasilan sampai dengan Rp 6,6 juta tidak dikenakan pajak atau 0%
Penghasilan di atas Rp 6,6 juta sampai Rp 6,95 juta kena tarif pajak 0,25%
Penghasilan di atas Rp 6,95 juta sampai Rp 7,35 juta kena tarif pajak 0,5%
Penghasilan di atas Rp 7,35 juta sampai Rp 7,8 juta kena tarif pajak 0,75%
Penghasilan di atas Rp 7,8 juta sampai Rp 8,85 juta kena tarif pajak 1%
Penghasilan di atas Rp 8,85 juta sampai Rp 9,8 juta kena tarif pajak 1,25%
Penghasilan di atas Rp 9,8 juta sampai Rp 10,95 juta kena tarif pajak 1,5%

C. Tarif Efektif Harian
Penghasilan bruto harian <= Rp 450 ribu, TER harian 0%.
Penghasilan bruto harian > Rp 450 sampai dengan Rp 2,5 juta, TER Harian 0,5%.

Perhitungan PPh 21 pakai TER di halaman berikutnya.

4. Contoh Perhitungan PPh 21 Pakai TER

Misalnya, Tuan R bekerja pada perusahaan PT AC dan memperoleh gaji sebulan Rp 10.000.000 serta membayar iuran pensiun sebesar Rp 100.000 per bulan. Tuan R menikah dan tidak memiliki tanggungan (PTKP K/0), maka:

Cara penghitungan lama:
Gaji = 10.000.000
Biaya Jabatan
5% x Rp 10.000.000 = 500.000
Iuran pensiun = Rp 100.000

Dengan begitu penghasilan neto sebulan Rp 9.400.000

Penghasilan neto setahun:
12 x Rp 9.400.000 = Rp 112.800.000
PTKP setahun = Rp 58.500.000

Dengan begitu penghasilan kena pajak setahun Rp 54.300.000

PPh Pasal 21 terutang
5% x Rp 54.300.000 = Rp 2.715.000

PPh Pasal 21 per bulan (Januari-Desember) = Rp 226.250
Rp 2.715.000:12 = Rp 226.250

Tuan R akan dipotong PPh 21 sebesar Rp 226.250 per bulan menggunakan perhitungan lama.

Perhitungan bulanan dengan TER
PPh Pasal 21 selain masa pajak terakhir:
Penghasilan bruto x %TER

Rp 10.000.000 x 2,00% = Rp 200.000 (Acuan 2% berdasarkan tabel TER A Baris No.9 dalam PP No. 58 Tahun 2023)

Tuan R akan dipotong PPh 21 sebesar Rp 200.000 per bulan selama bulan Januari sampai November

Perhitungan PPh 21 masa pajak terakhir:

Rp 2.715.000 - (11 x Rp 200.000) = Rp 515.000. (Rumus 11 x Rp 200.000 adalah PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama Januari-November)

Tuan R akan dipotong PPH 21 sebesar Rp 515.000 pada Desember

5. DJP Buka Suara

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara soal heboh penggunaan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk menghitung pajak penghasilan (PPh). Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti mengatakan, penerapan TER bertujuan untuk memberikan kemudahan perhitungan PPh 21 untuk masa selain Desember.

"Penerapan tarif efektif bertujuan untuk memberikan kemudahan penghitungan PPh 21 untuk masa selain Desember," katanya kepada detikcom, Jumat (26/1/2024).

Menurutnya, tarif efektif bulanan diformulasikan agar penggunanya dalam menghitung PPh 21 dapat mendekati nilai pajak terutang selama setahun. Sehingga pada masa Desember, masyarakat tidak mengalami kurang bayar atau lebih bayar terlalu besar.

"Tarif efektif ini diformulasikan dengan mempertimbangkan berbagai biaya pengurangan seperti penghasilan tidak kena pajak (PTKP), jaminan hari tua, jaminan kesehatan dan biaya-biaya pengurang lainnya," jelasnya.

Sebelumnya, pemerintah merilis Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 yang berlaku tanggal 1 Januari 2024. Tujuan dari terbitnya aturan ini adalah penyederhanaan penghitungan PPh Pasal 21 dalam bentuk Tarif Efektif Rata-rata (TER).

"Pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER). Hal ini bukan pajak baru dan tidak ada beban tambahan. Penerapan TER memberikan kemudahan dan kesederhanaan bagi wajib pajak untuk menghitung pemotongan PPh Pasal 21 di setiap masa pajak," tulisnya.


Hide Ads