Risiko Menghadang Jika Kampus Tawarkan Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol

Risiko Menghadang Jika Kampus Tawarkan Mahasiswa Bayar Kuliah Pakai Pinjol

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 30 Jan 2024 14:31 WIB
Spanduk protes mahasiswa ITB terkait pinjol
Foto: Bima Bagaskara
Jakarta -

Institut Teknologi Bandung (ITB) tengah ramai diperbincangkan masyarakat usai kedapatan menawarkan mahasiswanya yang kesulitan membayar biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) agar melakukan cicilan pinjaman online (pinjol), Danacita.

Menanggapi isu tersebut, Ketua Eksekutif Literasi & Edukasi, Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) sekaligus perencana keuangan Aidil Akbar Madjid mengatakan sesungguhnya layanan pembiayaan kuliah melalui pinjaman sudah dilakukan sejak lama oleh berbagai institusi pendidikan.

Namun sebelumnya model pembiayaan ini biasanya hanya tersedia melalui layanan pinjaman di perbankan. Karenanya selama ini pinjaman biaya kuliah tidak menjadi sorotan masyarakat seperti kasus layanan pinjol yang disediakan ITB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya layanan ini menjadi sorotan semata-mata karena banyak masyarakat yang memiliki stigma atau pandangan negatif terhadap pinjol. Kondisi tersebut juga diperparah banyaknya layanan pinjol illegal dan kasus orang terjerat pinjol (baik legal maupun ilegal) yang akhirnya berdampak fatal bahkan sampai ada yang bunuh diri.

"Perkara berhutang untuk membayar biaya kuliah atau sekolah sebenarnya sudah ada sejak lama. Dahulu kala pernah ada pembiayaan untuk kuliah yang kemudian menyebabkan banyak kredit macet karena peserta (mahasiswa) tidak membayar pinjaman hutang mereka, meskipun ancaman ijazah ditahan," kata Aidil dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/1/2024).

ADVERTISEMENT

Namun di sisi lain, Aidil juga berpendapat jika pemanfaatan pinjol untuk pembayaran uang kuliah ini memang memiliki sejumlah risiko bagi mahasiswa bersangkutan. Sebab para pelajar ini kemungkinan besar belum bekerja sehingga tidak punya penghasilan untuk membayar cicilan.

Menurutnya apabila memang cicilan tersebut kemudian dapat dibayarkan oleh orang tua murid dari mahasiswa maka sebenarnya konsep ini bisa membantu yang bersangkutan untuk membiayai uang kuliah anak-anak mereka.

"Berapa banyak mahasiswa yang tidak bisa ikut ujian atau tidak bisa kuliah karena kurangnya biaya. Artinya secara bisnis, selama yang dilakukan sudah sesuai dengan aturan dan regulasi OJK berarti tidak ada masalah," terang Aidil.

Akan tetapi bila mahasiswa dituntut untuk membayar cicilan sendiri sementara mereka tidak punya pekerjaan atau tidak punya kemampuan membayar cicilan, maka ini bisa menimbulkan masalah besar di kemudian hari.

"Ketika masalah timbul, pihak mana yang dirugikan? Tentu saja kedua belah pihak yaitu mahasiswa dan juga pihak penyelenggara pinjolnya," ungkap Aidil.

Menurutnya pihak penyelenggara pinjol akan rugi karena terpapar kredit macet yang kemungkinan bisa saja tinggi apabila banyak dari mahasiswa/wi yang kemudian tidak mampu membayar cicilan karena sebab apapun.

Sedangkan mahasiswa akan mengalami kerugian berupa buruknya credit scoring di layanan SLIK OJK karena tidak mampu membayar kembali utang pinjolnya. Apalagi menurutnya saat ini semakin banyak perusahaan yang sudah mengikut sertakan SLIK sebagai salah satu persyaratan dalam menerima karyawan baru mereka.

Parahnya kondisi ini dinilai dapat membuat para pelajar kesulitan untuk diterima bekerja di perusahaan besar dan bergengsi kemudian hari. Belum lagi ditambah dengan kesulitan untuk mendapatkan kredit lainnya seperti kartu kredit, kredit kendaraan dan KPR di kemudian hari.

"So (jadi), bijaksana lah dalam menggunakan pinjol untuk pembiayaan kuliah ini. Pastikan punya kemampuan untuk mencicil pinjaman tersebut. Bila dirasa tidak punya kemampuan, jangan ambil pinjamannya," tegas Aidil.

"Biar bagaimanapun masih lebih nyaman hidup tapi belum bayar kuliah (cuti kuliah) daripada kuliah tapi ditagih-tagih debt collector," tambahnya lagi.

(fdl/fdl)

Hide Ads