Pemerintah memutuskan penetapan impor daging lembu atau sapi untuk konsumsi reguler yang disepakati dalam neraca komoditas sebanyak 145.251 ton. Hal ini diputuskan melalui rapat koordinasi di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian) mengenai Neraca Komoditas Pangan.
Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi mengatakan dalam Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 66 tahun 2021 Pasal 28 Ayat 1b disebutkan bahwa Badan Pangan Nasional merumuskan kebijakan dan menetapkan kebutuhan ekspor dan impor pangan.
"Kemudian di dalam Perpres 32 tahun 2022 tentang Neraca Komoditas pada pasal 10 menyebutkan bahwa pelaksanaan verifikasi dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah non kementerian pembina sektor komoditas," jelas Arief dalam keterangannya, Rabu (7/2/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, keputusan ini belum termasuk volume atau kuota impor untuk BUMN Pangan. Selanjutnya secara terperinci, mekanisme penghitungan ulang alokasi volume per kode HS (Harmonized System) per perusahaan terbagi ke dalam empat tahap.
Tahap pertama, penghitungan alokasi volume per HS berdasarkan pembobotan 55% dan 45% dan kuota impor 2024 sebesar 145.251 ton. Lalu tahap kedua dilakukan penghitungan alokasi volume per kode HS per pelaku usaha berdasarkan pembobotan 55% dengan dasar realisasi impor 2 tahun terakhir.
Tahap ketiga dilanjutkan dengan penghitungan alokasi volume per kode HS per pelaku usaha berdasarkan pembobotan 45% terhadap pengajuan kebutuhan 2024. Terakhir, tahap keempat berupa penghitungan alokasi volume final impor daging lembu konsumsi reguler dalam bentuk akumulasi perhitungan tahap 2 dan 3 sebelumnya.
"Jadi hasil penghitungan ulang volume impor daging lembu konsumsi reguler 2024 sebesar 145.250,60 ton dari total pengajuan rencana kebutuhan yang diajukan para pelaku usaha sejumlah 462.011,14 ton. Ada sampai 380 pelaku usaha yang mengajukannya. Ini tentunya agar demi pelaksanaan importasi yang selalu terukur dan sesuai kebutuhan," beber Arief.
Arief menambahkan bahwa Neraca Komoditas tersebut akan di review setiap 3 bulan sehingga jika di kemudian hari perlu ditambah, akan disesuaikan kembali.
"Apa yang diisukan berupa pemangkasan volume kuota impor daging lembu itu tidaklah benar. Sebab Neraca Komoditas by system yang dibahas secara bersama dengan Kemenko Perekonomian, Kemendag (Kementerian Perdagangan), Kementan (Kementerian Pertanian), Kemenperin (Kementerian Perindustrian), dan stakeholder lain. Saya sampaikan bahwa Badan Pangan Nasional itu sebagai verifikator volume rencana kebutuhan impor daging lembu untuk konsumsi reguler," ungkap Arief.
Hal tersebut dikuatkan dengan surat Kemenko Perekonomian Nomor TAN/13/M.EKON/01/2024 tanggal 18 Januari 2024 perihal pendelegasian verifikasi kebutuhan daging lembu untuk konsumsi reguler, disepakati Badan Pangan Nasional sebagai verifikator volume rencana kebutuhan impor komoditas daging lembu untuk konsumsi reguler dari pelaku usaha yang telah mendapatkan penetapan pertimbangan teknis dari Kementan.
Dalam surat tersebut dinyatakan bahwa Badan Pangan Nasional diminta segera menindaklanjuti dengan menyiapkan bahan dan formulasi perhitungan ulang alokasi volume alokasi impor bersama kementerian lembaga terkait.
Di samping itu, perlu melakukan penghitungan ulang dan hasilnya disampaikan melalui Sistem Nasional Neraca Komoditas (SINAS NK) sebagai penetapan hasil verifikasi volume kebutuhan daging lembu. Hasil penghitungan ulang yang sudah masuk di SINAS NK tersebut menjadi dasar penerbitan Persetujuan Impor (PI) oleh Kemendag.
"Jadi jika ada asumsi bahwa volume hasil verifikasi tersebut menyelisihi hasil Rakortas (Rapat Koordinasi Terbatas) Kemenko Perekonomian, hal tersebut tidak benar. Sebabnya kita ini bekerja sudah dengan sistem yang terbangun dan bersinergi dengan kementerian lembaga terkait, sehingga apabila terdapat pengurangan volume kuota impor, tentunya hal tersebut merupakan bagian dari sistem dalam kerangka kebijakan neraca pangan nasional sesuai Perpres No 32 tahun 2022" papar Arief.
Adapun Neraca Komoditas merupakan data dan informasi yang memuat situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional. Hal ini menjadi salah satu fokus kerja Presiden Joko Widodo di mana Pemerintah melalui instrumen ini memastikan ketersediaan dan stabilitas pangan terjaga.
Lihat juga Video 'Pengusaha Daging Puji Tekad Jokowi Stabilkan Harga Pasar, Tapi . . .':