Lembaga pemeringkat Amerika Serikat (AS) Moody's menurunkan peringkat utang untuk Israel dari A1 menjadi A2. Penurunan peringkat ini terjadi di tengah perang yang tak kunjung usai antara Israel dengan Hamas.
Dilansir dari CNN, Minggu (11/2/2024), Moody's menilai perang akan menjadi beban ekonomi dan politik yang berat untuk Israel.
Lembaga itu menjelaskan kerusakan ekonomi yang terjadi akibat perang yang telah mengakibatkan ribuan korban jiwa dan memicu ketegangan geopolitik di seluruh dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendorong utama keputusan penurunan peringkat utang ini adalah penilaian bahwa konflik militer yang sedang berlangsung dengan Hamas, dampaknya dan konsekuensinya akan terjadi lebih luas. Secara signifikan ini meningkatkan risiko politik bagi Israel serta melemahkan lembaga eksekutif dan legislatif serta kekuatan fiskalnya untuk masa mendatang," papar Moody's dalam pernyataannya dikutip dari CNN, Minggu (11/2/2024).
Keputusan Moody's didasarkan pada proyeksi defisit anggaran Israel yang lebih tinggi karena peningkatan belanja militer. Lembaga itu juga memperkirakan belanja pertahanan Israel akan meningkat hampir dua kali lipat dari tingkat tahun 2022 pada akhir tahun 2024 dan berpotensi meningkat lebih tinggi lagi pada tahun 2024 dan tahun-tahun yang akan datang.
Meskipun peringkat A2 masih dianggap layak investasi, penurunan peringkat tersebut kemungkinan akan membuat Israel meminjam uang menjadi lebih mahal.
Pada pertengahan bulan Oktober, kurang dari dua minggu setelah serangan mematikan Hamas terhadap Israel pada tanggal 7 Oktober, Moody's memperingatkan Israel telah berada dalam bahaya penurunan peringkat kredit.
"Parahnya konflik militer saat ini meningkatkan kemungkinan dampak kredit yang material dan bertahan lama," tulis Moody's dalam keterangannya kala itu.
Moody's juga memperingatkan risiko signifikan dari peningkatan konflik saat ini, termasuk potensi keterlibatan Hizbullah, sebuah kelompok Islam dengan pasukan paramiliter di utara Israel.
"Konflik dengan Hizbullah akan menimbulkan risiko yang jauh lebih besar terhadap wilayah Israel," tulis penjelasan Moody's.
(kil/kil)