China menjadi salah satu negara dengan biaya membesarkan anak paling mahal di dunia. Biayanya mencapai 6,3 kali lipat dari Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita negara tersebut.
Melansir dari Channel News Asia, Kamis (22/2/2024), berdasarkan laporan dari Institut Penelitian Populasi YuWa di Beijing, ada beberapa negara lain dengan biaya membesarkan anak paling mahal. Di antaranya, Jepang dengan biaya 4,26 kali lipat dari PDB, Amerika Serikat (AS) dengan biaya 4,11 kali lipat.
Di sisi lain, membesarkan anak juga membuat jam kerja dan penghasilan perempuan berkurang. Sementara, penghasilan laki-laki tidak banyak berubah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena lingkungan sosial di China saat ini tidak ramah terhadap perempuan, biaya waktu dan peluang bagi perempuan untuk memiliki anak terlalu mahal," kata laporan tersebut, yang ditulis bersama oleh Liang Jianzhang.
Laporan ini muncul setelah populasi China turun selama dua tahun berturut-turut pada tahun 2023. Di mana jumlah angka kelahiran turun menjadi sekitar setengah dari jumlah kelahiran pada tahun 2016.
Selain masalah biaya, semakin banyak perempuan untuk enggan menikah. Adapun diskriminasi gender juga masih merajalela.
"Karena alasan-alasan seperti tingginya biaya melahirkan dan kesulitan bagi perempuan untuk menyeimbangkan keluarga dan pekerjaan, rata-rata keinginan mempunyai anak di China hampir menjadi yang terendah di dunia," jelasnya.
Umumnya, perempuan mengalami pengurangan mencapai 2.106 jam kerja saat mengasuh anak berusia 0-4 tahun. Diperkirakan penghasilan mereka berkurang hingga 63.000 yuan atau setara US$ 8.700 (senilai Rp 135 juta dengan kurs Rp 15.612).
Punya anak juga dapat menjadi penyebab turunnya upah perempuan sebesar 12-17%. Waktu luang menjadi berkurang sekitar 12,6 jam untuk ibu dengan satu anak berusia 0-6 tahun dan 14 jam untuk dua anak.
Ada beberapa cara untuk mengurangi biaya membesarkan anak, seperti subsidi tunai dan pajak, peningkatan layanan penitipan anak, cuti melahirkan dan cuti ayah yang setara, akses terhadap pengasuh anak asing, memungkinkan kerja yang fleksibel dan memberikan hak reproduksi yang sama kepada perempuan lajang dan perempuan yang sudah menikah.
Langkah-langkah tersebut dinilai dapat meningkatkan angka kelahiran menjadi sekitar 3 juta.
"Jika tingkat kesuburan yang sangat rendah saat ini tidak dapat ditingkatkan, populasi China akan menurun dengan cepat dan menua. Yang akan berdampak negatif pada inovasi dan kekuatan nasional secara keseluruhan," jelasnya.
(das/das)