Ekonom Sebut Tarif PPN Naik Jadi 12% Gerus Daya Beli: Semua Lapisan Bayar

Ekonom Sebut Tarif PPN Naik Jadi 12% Gerus Daya Beli: Semua Lapisan Bayar

Samuel Gading - detikFinance
Kamis, 14 Mar 2024 15:06 WIB
Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF dalam detikcom Leaders Forum di Samisara Grand Ballroom, Sopo Del Tower, Jakarta, Kamis (14/3/2024). detikcom Leaders Forum 2024 mengangkat tema Memantau Peluang di Tengah Ketidakpastian Ekonomi 2024.
Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif INDEF/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% di 2025 akan menggerus daya beli masyarakat. Kenaikan tarif PPN pun dinilai kurang pas karena pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini sedang biasa-biasa saja.

"Itu akan menggerus daya beli konsumen karena PPN 12% itu berarti semua kita harus bayar, semua lapisan masyarakat harus bayar, (kalangan) medium (menengah) sama atas," ucap Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti di sela-sela acara detikcom Leaders Forum "Memantau Peluang di Tengah Ketidakpastian Ekonomi, Samisara Ballroom, Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (14/3/2024). Acara ini didukung oleh PT KB Bank Tbk, PT Bank Central Asia Tbk, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk.

Esther kemudian mengungkap rendahnya daya beli masyarakat akan membuat masyarakat mengurangi konsumsi. Konsumsi masyarakat yang direm berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasalnya, konsumsi masyarakat menjadi motor utama ekonomi Indonesia, berkisar di angka 53% dari total angka pertumbuhan ekonomi. Esther mengingatkan bahwa kenaikan tarif PPN tidak hanya berdampak terhadap kelas menengah atas, namun juga masyarakat menengah ke bawah.

"Sektor informal mereka kan istilahnya kulakan, beli bahan baku untuk diolah. Semisal mereka beli barang yang diolah itu kan bayar tax jadi ya tetap kena dampaknya," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, menurut INDEF, peningkatan tarif PPN seharusnya dilakukan ketika pertumbuhan ekonomi sedang tinggi. Jika tarif pajak ditingkatkan selama pertumbuhan ekonomi sedang stagnan, hal itu bisa melemahkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.

"Tax revenue itu teorinya kalau pertumbuhan ekonomi tinggi tax revenue tinggi. Ini kalau tarif pajak ditingkatkan, itu melemahkan pertumbuhan ekonomi artinya tax revenue-nya lebih sedikit. Jadi harus tumbuh dulu ekonominya baru tax revenue lebih meningkat," imbuhnya.

Sebelumnya berdasarkan catatan detikcom, tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022. Kenaikan akan terus berlanjut menjadi 12% pada 2025 sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 3.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan kebijakan yang ditetapkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan dilanjutkan presiden selanjutnya. Hal ini termasuk kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025.

Airlangga mengatakan mayoritas masyarakat telah menjatuhkan pilihannya kepada keberlanjutan. Oleh karena itu, kebijakan Jokowi akan terus dilaksanakan oleh pemerintahan berikutnya.

"Pertama, tentu masyarakat Indonesia sudah menjatuhkan pilihan-pilihannya adalah keberlanjutan. Tentu kalau keberlanjutan, program yang dicanangkan pemerintah dilanjutkan termasuk kebijakan PPN," kata Airlangga di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024).

(ara/ara)

Hide Ads