Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 15 Maret 2024 surplus Rp 22,8 triliun atau 0,10% terhadap produk domestik bruto (PDB). Dengan kondisi itu pihaknya tetap menarik utang sejak awal tahun.
Apa alasannya?
"Kita nggak menunggu sampai defisit dulu baru meng-issuance karena nanti akan mengalami dinamika market yang tidak memberikan dampak terbaik. Jadi kalau teman-teman lihat kenapa dalam situasi surplus kita sudah melakukan issuance, karena memang strategi issuance kita untuk satu tahun," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Selasa (19/3/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Utang yang ditarik lebih awal, menurut Sri Mulyani, dapat menjadi antisipasi jika ada gejolak pasar keuangan yang terjadi pada bulan-bulan mendatang. Hal ini mengingat ketidakpastian global masih sangat tinggi.
"Kita akan sangat oportunistik dan pragmatis, melihat situasi market kita memanfaatkan kondisi market terutama dengan narasi APBN kita yang tetap stabil dan kredibel," ucap Sri Mulyani.
Penarikan utang dalam situasi yang terdesak akan membuat permintaan yield dari investor menjadi lebih tinggi. Ini bisa merugikan pemerintah karena harus mendapatkan utang dengan beban biaya lebih mahal.
Pemerintah sendiri telah menarik utang baru sebesar Rp 184,3 triliun sampai 29 Februari 2024. Nilai itu setara Rp 35,5% dari target penarikan utang tahun ini yang sebesar Rp 648,1 triliun.
Lebih rinci dijelaskan, pembiayaan utang sampai 29 Februari 2024 itu terdiri dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp 178 triliun dan pinjaman neto sebesar Rp 6,5 triliun.
"Jadi total pembiayaan sampai 29 Februari 2024 Rp 184,3 triliun, dibandingkan tahun lalu Rp 182,6 triliun, sebenarnya tidak terlalu banyak," ucap Sri Mulyani.
(aid/das)