Ekonomi syariah di Indonesia masih terganjalnya sejumlah kendala, salah satunya membangun ekosistem syariah. Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menilai pemerintah perlu membentuk Kementerian Koordinator untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Associate Peneliti INDEF Hakam Naja menilai saat ini pemerintah tidak serius dalam menangani upaya pembentukan ekosistem syariah. Hal ini terlihat dari adanya ketimpangan antara standar kementerian pendidikan yang selalu lebih tinggi dibanding standar di kementerian agama.
Menurutnya, dalam penataan kebijakan pendidikan tersebut, disadari ada kegamangan ketika akan dilakukan upaya-upaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya apa yang dihadapi ketika menyusun KNEKS (Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah) 2020. Dalam Kepres KNEKS, Ketuanya adalah Presiden, Ketua Harian Wakil Presiden, anggotanya 3 menteri Koordinator, ditambah 7 menteri kabinet, plus Ketua OJK, Ketua LPS, semua sepertinya masuk, tapi sampai hari ini Direktur Eksekutif dari KNEKS masih Plt. Sesuatu yang sangat ironis," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (5/4/2024).
Lebih lanjut, dia menyebut saat ini masih ada ruang kosong untuk masterplan ekonomi keuangan syariah yang disusun oleh Bappenas berlaku untuk 2019-2024. Sementara untuk 2025-2030, Indonesia belum memiliki masterplan lanjutan.
Di sisi lain, dia menjelaskan government leadership memang menjadi kunci dalam membangun ekosistem syariah. Government Leadership di Malaysia untuk ekonomi dan keuangan syariah telah tertuang dalam sebuah Undang-undang yang termasuk alam Undang-undang organik, seperti UU Perdagangan, UU Perlindungan Konsumen, UU makanan, UU Pemerintahan Daerah. Di mana semuanya sudah mengandung ekonomi syariah.
"Baiknya ke depan hal itu menjadi agenda yang dimasukkan dalam program salah satu Menteri Koordinator. Agar pertanggungjawabannya jelas, pelaksanaannya juga terjadwal dan tidak ada ego sektoral antar kementerian," jelasnya.
Sementara itu, Associate Peneliti INDEF Nur Hidayah mengatakan kualitas sumber daya manusia (SDM) masih menjadi kendala utama dalam membangun ekosistem syariah. Berdasarkan data masterplan ekonomi keuangan syariah 2019-2024 mencatat masih minimnya jumlah lulusan tenaga ahli yang tersertifikasi, yakni hanya 231 orang.
"Statistik perbankan juga menunjukkan adanya permasalahan di sisi kesesuaian kualifikasi pendidikan dengan bidang tugas. Hanya sekitar 9,1% pegawai keuangan syariah yang berlatar belakang pendidikan ekonomi syariah," katanya.
Hal ini berarti 90% pasokan tenaga kerja perbankan dan keuangan syariah bukan berasal dari prodi ilmu ekonomi dan keuangan syariah. Dia menekankan industri keuangan dan ekonomi syariah lebih memilih untuk memanfaatkan lulusan yang ada. Lalu diberikan pengetahuan dan keterampilan industri ekonomi dan keuangan syariah.
"Padahal sangat perlu kemampuan teknologi digital yang mumpuni bagi alumni ekonomi dan keuangan/perbankan syariah agar bisa memenuhi tuntutan industri keuangan dan ekonomi syariah," jelasnya.
Dia mendorong pemerintah sebagai pemegang kebijakan agar melakukan hal-hal yang konkrit untuk program peningkatan SDM ekonomi perbankan dan keuangan syariah. Mulai dari perombakan kurikulum ekonomi dan keuangan syariah, pengembangan dosen-dosen yang berkualifikasi di bidang ilmu ekonomi dan keuangan syariah, hingga aturan yang berpihak.
(ara/ara)