Perang Iran Vs Israel Bisa Guncang Ekonomi, Jokowi Mau Tebar Bansos Lagi?

Perang Iran Vs Israel Bisa Guncang Ekonomi, Jokowi Mau Tebar Bansos Lagi?

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Selasa, 16 Apr 2024 14:32 WIB
Ilustrasi Bansos
Ilustrasi Bansos (Foto: dok. detikcom)
Jakarta -

Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup rajin memberikan bantuan dan stimulus setiap ada gejolak dunia yang mempengaruhi ekonomi Indonesia. Sebagai contoh, bantuan langsung tunai digelontorkan Jokowi ke masyarakat ketika gejolak COVID-19 berkecamuk hingga gejolak inflasi karena siklus cuaca El Nino.

Kini gejolak geopolitik dunia berpotensi juga berpotensi mempengaruhi ekonomi Indonesia. Gejolak itu terjadi imbas dari dua negara timur tengah yang saling berbalas serangan, Iran dan Israel.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah sendiri masih memonitor dampak-dampak yang bisa terjadi pada perekonomian Indonesia dari memanasnya konflik Iran versus Israel. Sejauh ini bantuan belum akan diberikan karena dampaknya belum terasa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang kan belum terjadi, kita monitor saja. Wait and watch," beber Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (16/4/2024).

Intinya pemerintah berharap tak ada lagi eskalasi atau rambatan konflik yang terjadi sehingga memberikan dampak besar ke perekonomian Indonesia.

ADVERTISEMENT

"Kita melihat dan mengharapkan terjadi deeskalasi saja," ungkap Airlangga.

Potensi Dampak Konflik Iran Vs Israel

Airlangga juga memaparkan beberapa potensi dampak ekonomi yang bisa terjadi imbas memanasnya hubungan Iran dan Israel. Pertama yang harus diantisipasi tentunya adalah lonjakan harga minyak dunia.

"Dari sisi Perekonomian kita melihat tentu ada lonjakan harga minyak imbas serangan Israel ke iran di kedutaan Damaskus dan juga terhadap retaliasi yang dilakukan Iran," ungkap Airlangga.

Selain itu, ada juga dampak kenaikan harga logistik yang harus diantisipasi. Menurutnya operasional pengiriman barang di Selat Hormuz dan Laut Merah berpotensi besar terdampak konflik. Biaya logistik kemungkinan bakal meroket dalam waktu dekat.

"Dari segi ekonomi Laut Merah dan selat Hormuz itu menjadi penting, terutama karena Selat Hormuz 33 ribu kapal minyak dan Laut Merah 27 ribu. Dan peningkatan freight cost menjadi salah satu yang harus dimitigasi," sebut Airlangga.

Selanjutnya dampak plus minus pada sektor perdagangan riil juga menjadi perhatian pemerintah. Pasalnya dengan dampak depresiasi nilai tukar dan kenaikan harga produksi hal ini bisa membuat harga barang-barang yang diimpor akan melonjak. Namun, dampak positifnya produk-produk yang diekspor dari dalam negeri bisa naik harganya.

Menurut Airlangga seiring dengan konflik yang terjadi di Timur Tengah, banyak investor yang mulai mencari instrumen safe haven. Mulai dari emas hingga memegang Dolar Amerika Serikat, hal ini lah yang membuat nilai tukar Rupiah bisa melemah.

"Sektor riil dampak depresiasi nilai tukar dan kenaikan ini salah satu yang dilihat dan tentu sangat berpengaruh terhadap impor dan efek eksportir mendapatkan devisa lebih banyak. Tentu plus minus harus diperhatikan," beber Airlangga.

Airlangga bilang pelemahan nilai tukar Rupiah dan IHSG memang sudah terjadi namun nilainya masih belum signifikan dibandingkan banyak negara. Sayangnya dia tidak memaparkan datanya sebagai perbandingan.

Yang jelas, pemerintah saat ini akan melakukan beberapa kebijakan antisipatif. Antara lain menjaga bauran fiskal dan moneter, menjaga stabilitas nilai tukar, menjaga APBN, dan memonitor kenaikan harga logistik dan minyak bumi.




(hal/das)

Hide Ads