Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mewanti-wanti BUMN untuk waspada terhadap dampak dari memanasnya perang antara Israel dan Iran beberapa waktu terakhir. Salah satunya nilai Rupiah yang terus melemah hingga ke level Rp 16.000-16.300 per dolar AS.
Gejolak ekonomi dan geopolitik yang terjadi juga mendorong kenaikan harga minyak WTI dan Brent yang masing-masing telah menembus US$ 85,7 dan US$ 90,5 per barel.
"Harga minyak ini bahkan diprediksi beberapa ekonom bisa mencapai US$ 100 per barel apabila konflik meluas dan melibatkan Amerika Serikat," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (19/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick menilai situasi ekonomi dan geopolitik tersebut sudah dan akan berdampak kepada Indonesia melalui Foreign Outflow dana investasi yang akan memicu melemahnya Rupiah dan naiknya imbal hasil obligasi. Kemudian juga semakin mahalnya biaya impor bahan baku dan pangan karena gangguan rantai pasok.
"Dan akan menggerus neraca perdagangan Indonesia," sambung Erick.
Karena itu, Erick meminta BUMN mengambil langkah dalam mengantisipasi serta meminimalisir hal tersebut. Dia menilai perusahaan BUMN perlu melakukan peninjauan ulang biaya operasional belanja modal, utang yang akan jatuh tempo, rencana aksi korporasi, serta melakukan uji stres terhadap situasi terkini.
Di sisi lain, BUMN perbankan juga harus menjaga proporsional porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak. Dia juga meminta perusahaan pelat merah seperti Pertamina, PLN, BUMN Farmasi, MIND ID, yang bergantung besar pada harga bahan baku impor serta memiliki porsi utang luar negeri yang besar, agar memborong dolar AS dalam jumlah besar.
"Serta melakukan kajian sensitivitas terhadap pembayaran pokok dan atau bunga utang dalam dolar yang akan jatuh tempo dalam waktu dekat," lanjut Erick.
Sedangkan untuk BUMN yang berorientasi pasar ekspor seperti pertambangan MIND ID dan perkebunan PTPN, Erick berharap agar dapat memanfaatkan tren kenaikan harga ini dalam memitigasi tergerusnya neraca perdagangan.
Erick mengatakan BUMN yang memiliki utang luar negeri atau berencana menerbitkan instrumen dalam dolar AS agar mengkaji opsi hedging untuk meminimalisasi dampak fluktuasi kurs.
"Seluruh BUMN diharapkan dapat waspada dan awas dengan memantau situasi saat ini, mengingat kemungkinan terjadi kenaikan tingkat suku bunga dalam waktu dekat," kata Erick.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengatakan Pertamina secara intens terus memantau perkembangan terkini dan dampak memanasnya geopolitik terhadap rantai pasok energi global.
Nicke menyebut fluktuasi minyak dunia akan kian dinamis pasca meningkatnya ketegangan yang terjadi di Timur Tengah.
"Kita akan terus meningkatkan upaya mitigasi risiko untuk mengurangi potensi dampak dari dinamika situasi ekonomi dan geopolitik, termasuk pengendalian biaya, pemilihan komposisi crude yang optimal, pengelolaan inventory yang efektif, peningkatan produksi high-yield products dan efisiensi di semua lini operasional," ujar Nicke.
Di sisi lain, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Sunarso memastikan pihaknya akan menerapkan langkah ketat dalam menyusun rencana aksi korporasi guna mengantisipasi dampak memanasnya situasi geopolitik dunia. BRI, lanjut Sunarso, juga secara prudent dan terukur akan menjaga porsi kredit yang terdampak oleh volatilitas rupiah, suku bunga, dan harga minyak secara proporsional.
"Tentu seperti arahan Pak Menteri, kita akan melaksanakan stress test dan juga mempersiapkan berbagai skenario terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada perekonomian Tanah Air karena dinamika kondisi ekonomi dan geopolitik global," kata Sunarso.
(anl/ega)