Buruh menilai upah ideal di Jakarta seharusnya Rp 7 juta per bulan. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengatakan pada kenyataannya besaran upah di tenaga kerja Indonesia selalu dilihat dari kualitas skill atau kemampuan si pekerja.
Shinta menerangkan dalam memberikan besaran gaji, biasanya pengusaha akan mempertimbangkan faktor produktivitas dan kualifikasi pekerja dengan faktor upahnya atau cost of labor.
"Jadi, secara realistis, untuk mengeluarkan faktor pengupah Rp 7 juta per orang, pemberi kerja, pelaku usaha dan investor akan mempertanyakan seberapa produktif dan seberapa berkualitas skills si pekerjanya sehingga mereka bisa menciptakan productivity gain yg jauh lebih besar untuk perusahaan dibandingkan dengan cost of labour yang harus diinvestasikan si pemberi kerja kepada si pekerja," kata Shinta kepada detikcom, Rabu (8/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apabila tingkat produktivitas dan kemampuan yang dimiliki oleh si pekerja biasa-biasa saja, Shinta menilai dalam logika ekonomi tidak bisa mendukung tingkat upah tersebut. Dengan kata lain, bila upah Rp 7 juta bisa diberlakukan penyerapan tenaga kerja, terutama, pekerja yang unskilled dan uneducated atau low educated workers, hal ini tidak sebanding dengan produktivitas atau skill yang dimiliki pekerja.
Menurutnya, akan ada dampak ke ekonomi dan juga tenaga kerja apabila besaran upah tidak proporsional terhadap perbaikan produktivitas dan kualitas skill pekerja di Indonesia, misalnya, industri manufaktur padat karya akan punah.
"Kami bisa pastikan industri manufaktur padat karya akan punah. Pekerja hanya akan diserap sektor informal yang artinya tidak akan ada perlindungan yang memadai terhadap penciptaan decent living (standar kelayakan hidup) pekerja seperti yang saat ini diberikan berdasarkan regulasi untuk pekerja di sektor formal," jelasnya.
Untuk itu, dia bilang apabila ingin menaikkan upah mencapai Rp 7 juta per bulan, harus disertai dengan kenaikan produktivitas dan kemampuan pekerja, minimal didominasi oleh semi-skilled & educated workers). Apabila tidak, kenaikan upah hanya akan membebani pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bahkan dapat memperparah kondisi kesejahteraan pekerja secara umum. Hal ini disebabkan karena semakin sedikitnya pekerja yang dapat upah atau perlindungan yang layak.
"Jadi, akan jauh lebih baik bila pekerja fokus pada kenaikan produktivitas dan skill set lebih dulu sebelum menuntut upah yang lebih tinggi. Toh dengan kenaikan produktivitas & skill, pekerja akan memiliki daya saing dan opsi lapangan kerja yang lebih luas sehingga bisa memaksimalkan potensi upah yang bisa diterima, tidak hanya tergantung pada gaji," terangnya.
(das/das)