Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tengah menyiapkan aturan pengelolaan ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). Hal ini disebabkan ikan endemik yang hidup di Danau Singkarak, Sumatera Barat ini terancam punah
Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut (Ditjen PKRL) Firdaus Agung mengatakan ikan bilih telah mengalami penangkapan berlebih (overfishing) dan penurunan ukuran tangkap selama beberapa tahun terakhir. Ikan bilih termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori Vulnerable (VU).
"Ikan ini mengalami ancaman kepunahan akibat penangkapan berlebih, penggunaan alat dan cara penangkapan yang tidak berkelanjutan serta pencemaran, penurunan kualitas habitat dan degradasi habitat," kata Firdaus dalam keterangan tertulis, Senin (13/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan terdapat 8 jenis ikan air tawar genus Mystacoleucus.spp di dunia, tapi untuk jenis ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) hanya ada di Danau Singkarak, Sumbar. Hasil penelaahan Pokja Perlindungan Biota Perairan Terancam Punah Prioritas Tahun 2023 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) merekomendasikan perlunya dilakukan perlindungan terhadap ikan bilih.
Sesuai Pasal 12 UU Perikanan, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Republik Indonesia. Karenanya, perlindungan terhadap sumberdaya ikan dan lingkungannya perlu dilakukan melalui sinergi berbagai pihak.
Selain kerjasama intens antar pemangku kepentingan baik daerah maupun nasional, dia bilang perlindungan ikan bilih dan ekosistem Danau Singkarak juga harus dilaksanakan berdasarkan kajian ilmiah serta memperhatikan aspek ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat sekitar Danau Singkarak.
"Sesuai tugas dan fungsinya, KKP akan mulai mengatur konservasi ekosistem dan biota perairan di perairan daratan. Konservasi ikan bilih di Danau Singkarak menjadi contoh baik dalam hal peran pemerintah melindungi sumber daya perairan tawar," jelasnya.
Senada, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumatera Barat Reti Wafda juga menerangkan berbagai upaya telah dilakukan untuk menyelamatkan ikan bilih dari ancaman kepunahan. Salah satu upayanya dengan menetapkan Danau Singkarak sebagai 15 danau prioritas nasional yang perlu penyelamatan melalui Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021 tentang Penyelamatan Danau Prioritas Nasional
"Menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2021, pemerintah telah menetapkan Peraturan Gubernur Sumbar Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penggunaan Bahan Alat Penangkapan Ikan di Danau Singkarak yang melarang penggunaan Alat Penangkapan Ikan (API) yang dapat merusak sumber daya ikan di perairan Danau Singkarak. API yang dimaksud adalah jaring angkat/bagan," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Syahroma Husni Nasution mengungkapkan terjadi penurunan populasi dan ukuran selama periode 24 tahun (1997-2021) terakhir, ukuran ikan bilih mengalami penurunan sebesar 60% atau dari 186 mm menjadi 59 mm. Terjadi penangkapan yang berlebihan (overfishing) oleh alat tangkap bagan.
"Ikan bilih di Danau Singkarak perlu dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran, yaitu tidak boleh ditangkap pada ukuran ikan 70-90 mm karena kondisi matang gonad. Selain itu, tidak boleh menggunakan jaring berukuran <3/4 inci pada alat tangkap bagan dan gillnet," tutup Syahroma.
Hal ini sejalan dengan komitmen Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono dalam menjaga kelestarian biota dan keberlanjutan populasinya, khususnya mamalia laut sebagai salah satu biota laut yang terancam punah dan telah dilindungi penuh baik secara nasional maupun internasional.
(das/das)