Ketua Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman (FSP RTMM-SPSI) Jawa Tengah, Edy Riyanto, mengatakan kondisi ekonomi saat ini sedang tidak baik-baik saja. "Kenaikan cukai tahun 2022 yang dilanjutkan dengan kebijakan kenaikan cukai tahun 2023-2024 masih dirasakan dampaknya sampai sekarang," katanya, di Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Edy menegaskan segmen SKT memiliki serapan tenaga kerja yang cukup besar sehingga banyak orang yang menggantungkan sawah ladangnya di sini. Maka, pemerintah dinilai perlu untuk memberikan dukungan yang lebih signifikan agar industri SKT mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak lagi dan memberikan dampak positif terhadap pendapatan negara.
Ia melanjutkan bahwa pengurangan cukai bagi SKT dapat memberikan kelegaan bagi pelaku industri agar dapat lebih mengembangkan dan berinvestasi di sektor ini. "Keputusan pemerintah (untuk kebijakan tarif cukai SKT) harus dibuat berdasarkan pertimbangan yang matang terhadap semua dampak yang dapat terjadi, baik itu untuk industri atau pekerjanya. Jangan hanya satu variabel saja. Jadi, kalau bisa naik 0 persen saja," tegas Edy.
Sebagai catatan, selama ini SKT merupakan segmen industri padat karya yang dihuni oleh para pekerja pelinting yang notabene memiliki tingkat pendidikan rendah. Masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keterampilan rendah adalah kelompok yang paling rentan menjadi pengangguran jika terjadi gangguan pada industri tempat mereka bekerja.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai Agustus 2023 terdapat 7,86 juta orang pengangguran. Angka ini belum termasuk setengah pengangguran (jam kerja kurang dari 35 jam seminggu) yang jumlahnya mencapai 9,34 juta orang.
Menurut Edy, kenaikan cukai akan turut meningkatkan biaya produksi dan harga jual SKT ke konsumen. Akibatnya, permintaan konsumen turun. Padahal, konsumen dari kalangan menengah ke bawah pasti sangat terpengaruh harga. "Kalau permintaan turun, pendapatan pabrik juga turun, padahal bebannya naik. Lama-lama pabrik bisa gulung tikar, lapangan kerja terancam. Kalau seperti itu pekerja ini mau gimana?" khawatirnya.
Dia juga menegaskan, kenaikan cukai yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir terbukti tidak efektif untuk meningkatkan penerimaan negara dan menekan jumlah rokok ilegal. Dalam berbagai kesempatan, Kementerian Keuangan juga merilis penerimaan cukai yang tidak mencapai target dan jumlah rokok ilegal yang tidak berkurang.
Menurut Edy, kenaikan harga jual SKT justru akan membuat rokok ilegal semakin marak karena masyarakat akan mencari alternatif produk lain yang lebih murah. "Jadi, kerugiannya double. Pertama, rugi karena pabrik lama-lama gulung tikar, pekerja di PHK. Kemudian, pendapatan negara juga turun karena konsumen belinya yang ilegal," kata dia.
(rrd/rir)