Lamaran Kerja Bisa Ditolak Gegara Medsos? Simaks Tips Ini

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 18 Mei 2024 21:20 WIB
Foto: Getty Images/iStockphoto/nathaphat
Jakarta -

Pelamar kerja kini perlu menaruh perhatian lebih terhadap aktivitas media sosial yang dilakukannya. Pasalnya, hal ini bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan HR untuk memutuskan menerima atau menolak calon karyawan.

Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan menjelaskan, sekitar 80% tahapan rekrutmen dipenuhi dengan rangkaian wawancara. Sementara sisanya merupakan elemen-elemen penunjang seperti cek latar belakang atau background check hingga tes Kesehatan.

"Yang menambah kepercayaan perusahaan untuk hire orang ini ya background cek. Biasanya satu kandidat harus memberikan nama 1 atau 2 dari tempat kerja sebelumnya untuk dihubungi. Kemudian perusahaan juga cek nama orang itu di internet, bisa jadi langsung spesifik akun sosmed," kata Audi, saat dihubungi detikcom, Sabtu (18/5/2024).

Oleh karena itu, bagian tersebut tidak bisa diabaikan, apalagi mengingat zaman yang sekarang sudah serba digital. Hal paling sederhana yang akan dicek ialah menyangkut intensitas pelamar di media sosial, kemudian baru apakah ada yang mengarah ke kejahatan atau perilaku-perilaku ekstrem.

Audi pun menyampaikan tips untuk para pelamar kerja agar tak khawatir di kemudian hari. Pertama, hati-hati an bijaklah dalam menggunakan medsos. Jangan terlalu jauh mengomentari atau berpendapat, juga jangan mudah terpancing.

"Karena ini bisa dilihat kematangan orang ini dalam bekerja, utamanya Gen Z. Apakah ia cukup dewasa secara mental maupun pikiran, bisa bekerja dengan fokus. Jadi, jaga sosmed dengan baik dan bijaksana. Yang sifatnya politik mending dihapus atau hilangkan, kemudian juga jangan ada yang sifat-sifatnya vulgar," jelasnya.

Selanjutnya, jangan lupa untuk menjaga sopan santun. Gunakanlah medsos untuk membantu dalam mencari peluang kerja, bukan justru menjatuhkan. Menurutnya, sosial media penting untuk personal branding, namun jangan sampai lupa diri hingga penggunaannya tidak terkontrol.

"Be mindful lah dengan apa yang diketik dan dilakukan," imbuhnya.

Sementara itu, Praktisi HR sekaligus Ketua Umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza mengatakan, dalam 5-10 tahun ke depan pasar tenaga kerja akan dikuasai Gen Z yang sangat erat hubungannya dengan medsos. Karena itulah, tips pertama, para Gen Z perlu berhati-hati dengan jejak digitalnya.

"Penting sekali mereka bersihkan jejak digitalnya. Kalau dia memang mau bekerja di korporasi, mulai lah bebersih," kata Ivan, dihubungi terpisah.

Lalu tips kedua, para Gen Z harus sadar dan peduli bahwa komentar mereka sebagai perorangan maupun karyawan bisa berdampak langsung kepada karir mereka. Kemudian yang ketiga, harus gentle. Ia pun mencontohkan dengan kasus SPG Dealer Honda yang dipecat karena konten menertawakan ibu-ibu di bioskop.

"Kalau waktu diputar ulang, perempuan tadi langsung mendatangi ibu itu dan minta maaf dan ibu itu sudah oke, bisa saja dia nggak bakal dipecat.Masalahnya itu nggak dilakukan. Ya mungkin karena nggak tahu atau bagaimana," ujar dia.

"Jadi tipsnya kalaupun salah, akui, dan secara gentle lakukan minta maaf dan buktinya disimpan bahwa case itu sudah selesai dan nggak ada masalah. Saya terima salah tapi mungkin sanksinya sifatnya akan administratif. Atau kalau di luar negeri itu malah bisa jadi hal positif bagi company-nya karena gentle," sambungnya.




(shc/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork