Inggris Rogoh Kocek Rp 95 Triliun untuk Pengaturan Perbatasan Pasca Brexit

Inggris Rogoh Kocek Rp 95 Triliun untuk Pengaturan Perbatasan Pasca Brexit

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 20 Mei 2024 08:04 WIB
Setelah Brexit, Situasi Sektor Pariwisata Inggris Makin Sulit
Foto: DW (News)
Jakarta - Pemerintah Inggris akan segera menerapkan pengaturan perbatasan pasca-Brexit, setelah berulang kali menunda penetapan peraturan barunya. Diperkirakan langkah tersebut akan menghabiskan setidaknya 4,7 miliar pound sterling atau sekitar Rp 95,26 triliun (kurs Rp 20.270).

Inggris telah memutuskan untuk meninggalkan Uni Eropa (UE) pada tahun 2016 silam. Namun, karena besarnya tugas yang harus dilakukan untuk mengurai rantai pasokan dan menetapkan perbatasan bea cukai, Inggris baru menetapkan peraturan baru pada tahun ini.

"Angka 4,7 miliar pound tersebut adalah jumlah yang diperkirakan akan pemerintah habiskan untuk 13 program paling signifikan, guna mengelola lalu lintas barang melintasi perbatasan pasca Brexit dan meningkatkan kinerja selama masa program tersebut," kata Kantor Audit Nasional (National Audit Office/NAO), dikutip dari Reuters, Senin (20/5/2024).

Program besar ini disebut dengan Border Target Operating Model. Untuk fase pertama, diperlukan sertifikasi tambahan yang mulai berlaku pada 31 Januari. Fase kedua dimulai pada tanggal 30 April, memperkenalkan pemeriksaan fisik di pelabuhan. Lalu fase ketiga, berkaitan dengan deklarasi keselamatan dan keamanan, dijadwalkan penerapannya pada 31 Oktober.

NAO mengatakan, pemerintah Inggris telah menunda penerapan aturan pengendalian ini sebanyak lima kali sejak berakhirnya masa transisi keluarnya Inggris dari Uni Eropa pada 31 Desember 2020. Hal ini menyebabkan ketidakpastian bagi dunia usaha, biaya tambahan bagi pemerintah dan pelabuhan, serta meningkatkan risiko biosekuriti di Inggris.

"Penundaan yang berulang kali dalam menerapkan pengendalian impor, dan kesulitan memperkirakan persyaratan, telah mengakibatkan pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur dan staf yang pada akhirnya tidak diperlukan," kata NAO.

"Pengumuman kebijakan yang terlambat dan ketidakpastian penerapan pengendalian juga telah mengurangi kemampuan dunia usaha dan pelabuhan untuk bersiap menghadapi perubahan," sambungnya.

Lebih lanjut NAO mencatat, meskipun proses perbatasan pasca keluarnya UE telah berjalan relatif lancar, bisnis perdagangan barang antara Inggris dan UE menghadapi biaya tambahan dan beban administratif. Badan pengawas ini juga mengkritik Strategi Perbatasan Inggris 2025 yang dicanangkan pemerintah, di mana strategi ini diterbitkan pada tahun 2020.

"(Strategi tersebut) tidak memiliki jadwal yang jelas dan rencana pelaksanaan lintas pemerintah yang terintegrasi, dengan masing-masing departemen memimpin aspek implementasi yang berbeda-beda," ujarnya.

Selain itu, menurut NAO, pemerintah Inggris juga memerlukan pendekatan yang lebih realistis terhadap transformasi digital. (shc/rrd)


Hide Ads