Jakarta -
Ekonomi global saat ini sedang tidak baik-baik saja. Perlambatan ekonomi dan stagnasi global masih berlanjut pada 2024. Stagnasi global tersebut mencatat PDB global hanya akan tumbuh di 3,2% (yoy) global tahunan 2023,2024,2025.
Hal itu disampaikan Kepala Center of Digital Economy and SMEs INDEF Eisha M Rachbini dalam keterangan tertulis, Senin (27/5/2024). Menurut Eisha Meski negara-negara ekonomi maju mengalami sedikit penguatan ekonomi (1,7%), tetapi di negara-negara berkembang terjadi sedikit perlambatan hanya tumbuh 4,2% di 2024.
Ketidakpastian di emerging market akan semakin tinggi seiring dengan prospek ekonomi China yang melemah, karena pelemahanan/menurunnya kinerja sektor property. Perekonomian China diprediksi akan melemah dari 5,2 persen (yoy) tahun 2023 menjadi 4,6 persen (yoy) tahun 2024.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Demikian pula krisis real estate di China yang berkepanjangan, adanya kemerosotan kredit, dan konsumsi swasta yang lemah menyebabkan ekspansi ekonomi China tertahan," ujar Eisha.
Di sisi lain, ekonomi domestik rupanya tumbuh 5,1% yoy pada Q-1 2024. Sebuah capaian tertinggi untuk triwulan pertama dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
Namun, pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh Ramadhan dan konsumsi pemerintah, terutama belanja pemerintah untuk bantuan sosial dan pemilu. Berikut konsumsi rumah tangga selama puasa dan Idul Fitri.
"Dengan demikian disayangkan, ekonomi domestik belum bisa terdorong oleh kegiatan sisi produksi yang maksimal," kata Eisha
"Karenanya, program pemerintah baru oleh elected president menjadi fokus penting dari serangkaian program yang dicanangkan oleh pemenang Pilpres 2024. Di antaranya yang penting juga dibahas adalah program makan siang gratis/makan bergizi," sambungnya.
Evaluasi terhadap program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di halaman berikutnya. Langsung klik
Program tersebut yang jelas akan berdampak terhadap anggaran fiskal berupa:
• Peningkatan Belanja: Program ini akan meningkatkan pengeluaran pemerintah secara signifikan. Perkiraan awal menunjukkan kebutuhan anggaran mencapai Rp460 triliun, setara 7,23% dari total belanja negara dalam APBN 2024 (Rp3.325,1 triliun).
• Beban Utang: Peningkatan belanja ini berpotensi memperbesar defisit fiskal dan mendorong pemerintah untuk menambah utang. Pada tahun 2023, defisit fiskal mencapai 1,65% terhadap PDB, dengan total utang Rp347,6 triliun. Disisi lain, utang nasional Indonesia sudah mencapai Rp 7.700 triliun per Maret 2024. Penambahan utang untuk program ini dikhawatirkan akan memperburuk situasi fiskal dan membebani stabilitas ekonomi.
• Beban Jangka Panjang: Program ini dikhawatirkan menciptakan jebakan fiskal atau beban berkelanjutan bagi APBN di masa depan, yang mana pemerintah terikat pada komitmen jangka panjang sehingga perlu memastikan pendanaan program ini secara berkelanjutan tanpa membebani generasi mendatang.
Dampak terhadap Fiscal Prudence:
• Kekhawatiran Efisiensi dan Defisit: Kekhawatiran ini terkait potensi kebocoran dan inefisiensi dalam pelaksanaan program serta kurangnya kejelasan mengenai sumber pendanaan program ini menimbulkan ketidakpastian dalam pengelolaan fiskal.
• Prioritas Belanja: Program ini perlu dipertimbangkan dengan cermat dalam konteks prioritas belanja negara tanpa mengalihkan dana dari program lain yang penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa program ini memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat dan sejalan dengan prioritas pembangunan nasional.
Program Makan Bergizi Gratis juga berdampak besar terhadap neraca perdangangan.
-Defisit Perdagangan
Program ini dapat meningkatkan defisit perdagangan Indonesia karena biaya yang diperlukan untuk program ini akan meningkatkan impor dan mengurangi ekspor. Kemungkinan akan meningkatkan impor bahan makanan, seperti beras, daging, dan susu. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan defisit perdagangan, yang dapat berdampak pada nilai tukar dan cadangan devisa negara.
-Penurunan Cadangan Devisa
Program ini dapat meningkatkan pendapatan negara melalui pajak dan biaya lainnya, biaya program ini sendiri dapat meningkatkan pengeluaran devisa untuk impor bahan baku dan logistik.
-Risiko Stabilitas Keuangan
Penurunan cadangan devisa yang signifikan dapat menimbulkan risiko stabilitas keuangan dan memperburuk kondisi ekonomi makro.
-Tekanan pada Nilai Tukar Rupiah
Defisit perdagangan dan penurunan cadangan devisa dapat menekan nilai tukar rupiah. Hal ini dapat membuat impor semakin mahal dan berdampak pada inflasi.