7 'Dosa' Indofarma: Terjerat Utang Pinjol Hingga Transaksi Fiktif

7 'Dosa' Indofarma: Terjerat Utang Pinjol Hingga Transaksi Fiktif

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Kamis, 06 Jun 2024 19:00 WIB
Petugas Cash Center BNI menyusun tumpukan uang rupiah untuk didistribusikan ke berbagai bank di seluruh Indonesia dalam memenuhi kebutuhan uang tunai jelang Natal dan Tahun Baru. Kepala Kantor perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua mengungkapkan jumlah transaksi penarikan uang tunai sudah mulai meningkat dibanding bulan sebelumnya yang bisa mencapai penarikan sekitar Rp1 triliun. Sedangkan untuk Natal dan tahun baru ini secara khusus mereka menyiapkan Rp3 triliun walaupun sempat diprediksi kebutuhannya menyentuh sekitar Rp3,5 triliun. (FOTO: Rachman Haryanto/detikcom)
Foto: Rachman Haryanto
Jakarta -

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan temuan sejumlah aktivitas berindikasi fraud/kerugian yang dilakukan PT Indofarma Tbk dan anak usahanya PT IGM. Kondisi ini mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83.

"Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian sebesar Rp 294,77 miliar dan potensi kerugian sebesar Rp 164,83 miliar," tulis BPK dalam laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2023 yang dilaporkan ke DPR, Kamis (6/6/2024).

Lantas apa saja 'dosa' yang dilakukan Indofarma dan anak usahanya berdasarkan temuan BPK ini? berikut rinciannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Melakukan Pinjaman Online (Fintech Lending/Pinjol)

Berdasarkan penelusuran BPK, Indofarma dan anak usahanya kedapatan terjerat pinjaman online alias pinjol. Meski begitu, tak dilaporkan secara rinci ke perusahaan pinjol mana perusahaan telah berutang ataupun berapa nilai pinjaman yang diambil.

Atas permasalahan tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada Direksi PT Indofarma Tbk antara lain agar melaporkan ke pemegang saham terkait transaksi pinjol tersebut.

ADVERTISEMENT

2. Melakukan Transaksi Jual-Beli Fiktif pada Business Unit Fast Moving Consumer Goods (FMCG)

Secara umum BPK tidak menjelaskan dengan rinci terkait masalah jual-beli fiktif pada Unit FMCG ini. Namun atas temuan itu BPK telah menginstruksikan Direksi PT IGM untuk berkoordinasi dengan kantor pajak.

Hal ini dimaksudkan agar perusahaan tidak dikenakan beban pajak penjualan senilai Rp 18,26 miliar atas transaksi penjualan fiktif Business Unit FMCG tersebut.

3. Melakukan Kerja Sama Pengadaan Alat Kesehatan Tanpa Studi Kelayakan dan Penjualan Tanpa Analisa Kemampuan Keuangan Customer

BPK menjelaskan permasalahan melakukan kerja sama pengadaan alat atau penjualan tanpa studi kelayakan yang dimaksud antara lain pengadaan serta penjualan teleCTG, masker, PCR, rapid test (panbio), dan isolation transportation.

"Indikasi kerugian sebesar Rp 16,35 miliar serta potensi kerugian sebesar Rp146,57 miliar yang terdiri dari piutang macet sebesar Rp 122,93 miliar dan persediaan yang tidak dapat terjual sebesar Rp 23,64 miliar," lapor BPK.

Atas permasalahan tersebut, BPK juga sudah merekomendasikan kepada Direksi PT Indofarma Tbk agar melaporkan ke pemegang saham atas pengadaan dan penjualan alat kesehatan tersebut. Selain itu pihaknya juga diminta mengupayakan penagihan piutang macet senilai Rp 122,93 miliar tadi.

4. Menempatkan Dana Deposito atas Nama Pribadi dan Menggadaikan Deposito untuk Kepentingan Pihak Lain

Terkait permasalahan ini, BKP menemukan adanya sejumlah dana deposito milik perusahaan yang ditempatkan atas nama pribadi pada Koperasi Simpan Pinjam Nusantara. Namun tidak disebutkan dengan rinci dalam laporan ikhtisar berapa total nilai deposito yang disimpan atas nama pribadi ini.

Sedangkan untuk penggadaian deposito milik perusahaan ini dilakukan pada Bank Oke. Atas temuan ini BPK juga sudah memberi rekomendasi agar perusahaan lebih terbuka kepada pemegang saham dan Kementerian BUMN.

5. Menggunakan Dana Perusahaan untuk Kepentingan Pribadi

BPK menjelaskan Indofarma dan anak usahanya kedapatan telah menampung dana restitusi pajak pada rekening bank yang tidak dilaporkan di laporan keuangan dan digunakan untuk kepentingan di luar perusahaan.

Selain itu BUMN juga mengeluarkan dana tanpa underlying transaction, menggunakan kartu kredit perusahaan untuk kepentingan pribadi, melakukan pembayaran kartu kredit/operasional pribadi.

6. Melakukan Windows Dressing Laporan Keuangan Perusahaan

Perlu diketahui, aktivitas windows dressing yang dimaksud BPK adalah upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk "mempercantik" laporan keuangan dengan cara memanipulasi laporan keuangan untuk terlihat lebih baik sebelum dipublikasikan.

Artinya laporan keuangan perusahaan yang dilaporkan belum tentu sesuai dengan kondisi sesungguhnya. Hal ini dimasukkan untuk menunjukan hasil bisnis yang lebih menguntungkan.

7. Membayar Asuransi Purnajabatan dengan Jumlah Melebihi Ketentuan.

Terakhir BPK juga melaporkan adanya pembayaran asuransi untuk purnajabatan (mereka yang sudah pensiun dari Indofarma ataupun anak perusahaan) dengan jumlah melebihi ketentuan. Namun tidak dijelaskan berapa jumlah pembayaran asuransi yang dimaksud.

(fdl/fdl)

Hide Ads