Hingga kini persoalan Tapera masih menjadi perbincangan panas di tengah masyarakat. Penolakan muncul dari berbagai pihak. Terbaru, kelompok buruh berdemo di kawasan Patung Kuda Jakarta. Dalam aksi ini, para buruh dengan tegas meminta agar Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dicabut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bilamana ini tidak dicabut, maka akan dilakukan aksi yang lebih meluas di seluruh Indonesia dan melibatkan komponen masyarakat yang lebih luas. Maka aksi akan dilanjutkan meluas ke seluruh Indonesia, 38 provinsi lebih dari 300 kabupaten/kota," ungkap Presiden Partai Buruh Said Iqbal di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6).
Sementara itu dari pihak pemerintah, beberapa tokoh pun turut berbicara menganai hal ini. Dalam kesempatannya seusai rapat kerja Komisi V DPR di gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024), Basuki Hadimuljono mengungkapkan penyesalannya atas polemic yang terjadi.
Menteri PUPR sekaligus Ketua Komite BP Tapera itu mengungkapkan bahwa negara tidak perlu tergesa-gesa membuat kebijakan itu jika memang belum siap. Ia juga mengatakan bahwa program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sudah terkucur Rp 105 triliun dari APBN. Sementara, Basuki memperkirakan dana Tapera dapat terkumpul hingga Rp 50 triliun dalam kurun waktu 10 tahun ke depan.
"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa. Harus diketahui, APBN sampai sekarang ini sudah Rp 105 triliun dikucurkan untuk FLPP, untuk subsidi bunga. Sedangkan untuk Tapera ini, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun. Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul, saya nggak legowo lah," kata Basuki.
Sementara itu, presiden RI terpilih, Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa pihaknya akan mempelajari lebih lanjut terkait program ini. Mengutip detikNews, Prabowo mengatakan bahwa dirinya juga akan mencari solusi atas permasalahan ini.
Menanggapi ramai-ramai penolakan Tapera, sebelumnya Presiden Jokowi mengatakan bahwa dirinya memaklumi hal ini. Ia pun membandingkan Tapera dengan iuran BPJS Kesehatan yang awalnya juga menuai banyak kontra dari masyarakat yang gajinya dipotong. Namun seiring berjalannya waktu, penolakan ini berangsur hilang seiring manfaaat yang dirasakan ketika mereka memperoleh akses kesehatan gratis.
"Seperti dulu BPJS, di luar yang PBI yang gratis 96 juta kan juga ramai, tapi setelah berjalan, saya kira merasakan manfaatnya bahwa rumah sakit tidak dipungut biaya," terang Jokowi, dilansir dari detikNews Jumat (7/6).
Lalu apakah berbagai penolakan ini mampu menggulingkan kebijakan yang sudah diteken oleh presiden? Apakah tepat membandingkan iuran BPJS Kesehatan dengan Tapera dalam hal manfaat di kemudian hari? Temukan jawabannya diskusi bersama Wakil Redaktur Pelaksana detikFinance di Editorial Review.
Jangan lewatkan informasi seputar haji langsung dari tanah suci dalam Indonesia Detik Ini. Ikuti semua sajian informasi terbaru detikcom dalam detikSore dengan mengakses laman serta berbagai media sosial detikcom. Jangan lewatkan juga informasi pergerakan IHSG dalam Market Review di awal acara.
"Detik Sore, nggak Cuma Hore-hore!"
(vys/vys)