Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memaparkan arah kebijakan belanja di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Dalam hal ini, bunga utang menjadi salah satu belanja non kementeriandan lembaga (K/L) paling jumbo setelah belanja subsidi.
Demikian kata Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata. Mau tidak mau bunga utang tersebut ditanggung pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
"Yang utama memang kalau belanja non K/L itu subsidi, tapi ada beberapa belanja besar lain di non K/L yang harus menjadi perhatian kita. Di 2025 selain subsidi, yang besar itu adalah pembayaran bunga utang," kata Isa dalam rapat panja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat pada RAPBN 2025 dengan Badan Anggaran DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembayaran bunga utang meningkat dikarenakan adanya penambahan jumlah utang terutama sejak pandemi COVID-19. Sampai 30 April 2024, posisi utang pemerintah mencapai Rp 8.338,43 triliun, naik Rp 76,33 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya yang senilai Rp 8.262,10 triliun.
"Ini konsekuensi dari kita melakukan banyak penerbitan surat utang untuk memitigasi pandemi, buntutnya masih akan ada di 2025. Ini tentu sesuai keinginan kita bersama untuk menjaga reputasi negara kita," tuturnya.
Tidak dibeberkan berapa jumlah bunga utang yang akan dibayarkan pemerintah pada 2025. Pada 2024, dialokasikan Rp 497,3 triliun, meningkat 12,7% dari alokasi pembayaran bunga utang 2023 yang mencapai Rp 441,4 triliun.
Berdasarkan Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024, pembayaran bunga utang Rp 497,3 triliun terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri Rp 456,84 triliun dan pembayaran bunga utang luar negeri Rp 40,46 triliun.
"Kita harus memastikan alokasi anggaran akan membuat pengelolaan pembayaran bunga utang dapat dilakukan pembayarannya secara tepat waktu dan tepat jumlah," tutur Isa.
Isa menyebut pihaknya akan terus melakukan berbagai upaya untuk melakukan efisiensi jumlah utang. Tidak kalah penting memastikan terjadi pendalaman pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri.
"Sehingga kita tidak mudah terkena shock apabila kemudian ada perubahan-perubahan di lingkungan eksternal," pungkas Isa.
Lihat juga Video: Gerindra Ungkit Jokowi di 2019 soal Peluang Anies-Ganjar Jadi Menteri