Pengusaha Protes Impor Tekstil Mau Dikenakan Pajak Tambahan

Pengusaha Protes Impor Tekstil Mau Dikenakan Pajak Tambahan

Aulia Damayanti - detikFinance
Jumat, 05 Jul 2024 16:26 WIB
Pengusaha keberatan jika pemerintah berencana menambah pajak tambahan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor produk tekstil. Menurut pengusaha, masalah yang harus diatasi pemerintah adalah maraknya impor ilegal.
Pengusaha Protes Impor Tekstil Mau Dikenakan Pajak Tambahan/Foto: Aulia Damayanti/detikcom
Jakarta -

Pengusaha keberatan jika pemerintah berencana menambah pajak tambahan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) untuk impor produk tekstil. Menurut pengusaha, masalah yang harus diatasi pemerintah adalah maraknya impor ilegal.

Sebagai informasi, pemerintah berencana mengenakan BMTP dan BMAD untuk membenahi krisis yang terjadi di industri tekstil.

Sekretaris Jenderal Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Haryanto Pratantara mengatakan untuk mengatasi krisis yang terjadi di industri tekstil bukan dengan mengenakan pajak tambahan pada impor barang yang legal. Namun, masalah utama yang harus diberantas adalah maraknya produk impor ilegal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita dengar dari pemerintah menaikkan biaya masuk 200% ini menurut kita kalau isinya barang-barang impor ilegal solusinya tidak tepat. Karena yang namanya illegal tidak lapor, tidak kena regulasi jadi yang kena adalah legal importir yang mereka sebenarnya bayar pajak," kata dia dalam konferensi pers di Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Fenomena yang terjadi sekarang adalah banyak barang impor ilegal yang dijual di bawah harga pasar atau predatory pricing. Hal inilah yang menurutnya harus menjadi perhatian pemerintah.

ADVERTISEMENT

"Kalau kita melihat kemarin ramai-ramai waktu soal TikTok dilarang itu karena dua hal. Satu karena predatory pricing artinya banting harga untuk menarik orang masuk website. Kedua yang paling utama adalah barang-barang yang dijual di titik tersebut itu kebanyakan barang yang nggak jelas masuknya dari mana dan itu barang-barang murah," ungkapnya.

Oleh sebab itu pengusaha kompak menolak jika ada tambahan pajak untuk produk impor yang legal. "Apapun yang tidak menyentuh ilegal import, penambahan BMTP kan kan berpengaruh yang lapor yang legal, nggak ada gunanya BMTP berapapun besarnya," ucapnya.

Dampak impor diperketat di halaman berikutnya.

Dampak Impor Diperketat

Dalam kesempatan yang sama, Deputi I Bidang Perdagangan Dalam Negeri Hippindo mengatakan jika pemerintah memperketat impor legal maka dampaknya pada penurunan konsumsi masyarakat terutama kelas atas. Apabila banyak barang impor mewah tidak banyak di Indonesia, konsumen akan lari mencari ke luar negeri.

"Bahwa ada barang menengah atas tentunya konsumen akan lari ke luar negeri, jika mereka cari barangnya tetapi di kami nggak bisa masukin. Indonesia kan ingin menjadi destinasi turis, ini bisa membantu untuk pertumbuhan bisa lebih besar lagi," kata dia.

Ia meminta agar pemerintah mendukung apa yang dilakukan pengusaha dalam negeri untuk menjadikan Indonesia pusat wisata. Apalagi menurutnya impor barang yang legal dan ternama juga berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian Indonesia.

"Jadi kami ingin sampaikan tolong pemerintah kepada peritel ini yang investasi di Indonesia, di mana pemerintah bisa mendukung kita untuk membuat peraturan juga dilihat apakah bisa survive," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas mengatakan saat ini pemerintah berupaya mengambil tindakan untuk menyelamatkan industri tekstil dan produk tekstil (TPT), elektronik, kosmetik, alas kaki, pakaian jadi, produk tekstil jadi, dan keramik. Zulhas mengatakan tidak hanya impor dari China tetapi bisa semua negara.

Ia menginginkan ada pajak tambahan berupa BMTP dan BMAD karena sejumlah industri itu sudah mengalami krisis hingga menyebabkan pabrik tutup dan pemutusan hubungan kerja (PHK)

"BMTP akan yang bisa mengamankan produk-produk kita. (Barang impor) dari mana saja, dari Eropa, Australia, dari mana misalnya Tiongkok. Tidak satu negara, dan semua negara bisa mengenakan bea masuk tindakan pengamanan," kata Zulhas di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).


Hide Ads