Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan perekonomian global masih relatif dalam posisi stagnan lemah. Hal ini disebabkan karena ketidakpastian yang masih tinggi.
"Suasana perekonomian global masih relatif dalam posisi stagnan lemah," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (8/7/2024).
Sri Mulyani mengatakan kondisi perekonomian global ini merupakan pertumbuhan terlemah dalam 10 tahun terakhir, kecuali pada 2020 saat terjadinya pandemi COVID-19. Inflasi global yang tinggi juga seakan 'keras kepala' karena belum kunjung turun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Inflasi masih cukup keras kepala, belum turun. Ini disebabkan kalau dulu karena komoditas, sekarang faktornya pada biaya sewa dan upah tenaga kerja yang terjadi di negara-negara maju sehingga faktor kontributor inflasi di negara maju belum relatif menurun, meskipun komoditas-komoditas sudah bergerak relatif menurun," ucapnya.
Sri Mulyani menyebut ketegangan geopolitik masih meningkat. Selain itu, Pemilu yang terjadi di berbagai negara hari-hari ini menimbulkan banyak kemungkinan ketidakpastian dan perubahan dari kebijakan negara-negara maju.
"Kita masih mengikuti pemilu yang akan terjadi di Amerika, di Prancis sudah menghasilkan hasil yang sangat berbeda dan di Inggris telah terjadi perubahan dari pemerintahan," bebernya.
Di sisi lain, faktor suku bunga dari Federal Reserve (The Fed) masih sangat tinggi sehingga mempengaruhi kurs rupiah dan proyeksi dari perekonomian di berbagai negara. Kemudian Tiongkok sebagai negara ekonomi terbesar kedua masih dihadapkan pada over production sehingga menimbulkan komplikasi dalam perdagangan internasional.
"Berbagai dampak dari perubahan dan dinamika global ini yang secara fundamental akan mempengaruhi banyak praktek-praktek kebijakan yang akan diadopsi oleh negara-negara maju dan ketegangan geopolitik yang juga akhirnya menggunakan instrumen kebijakan ekonomi seperti tarif, ini tentu akan mempengaruhi kinerja dari perekonomian dunia," pungkasnya.
(aid/das)