Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah beberapa outlook Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 seiring kondisi terkini. Defisit diperkirakan mencapai Rp 609,7 triliun atau 2,70% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), lebih tinggi dari target awal Rp 522,8 triliun atau 2,29% PDB.
Sri Mulyani mengatakan kenaikan defisit itu terjadi karena kombinasi dari pendapatan negara yang mengalami beberapa koreksi atau tidak mencapai target. Di sisi lain belanja negara mengalami kenaikan.
"Defisit total mencapai Rp 609,7 triliun, ini artinya terjadi kenaikan defisit dari 2,29% ke 2,70% dari GDP," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (8/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu, Sri Mulyani menyebut kebutuhan tambahan anggaran untuk menambal defisit tidak akan menambah penarikan utang. Melainkan memanfaatkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp 100 triliun.
"Jadi meskipun defisitnya naik, penerbitan SBN-nya tidak naik, malah justru lebih rendah Rp 214,6 triliun. Ini lah kenapa tahun 2022-2023 waktu kami mampu mengumpulkan SAL cukup besar, dipakai pada saat situasi seperti sekarang," jelas Sri Mulyani.
Berikut outlook APBN 2024:
1. Pendapatan negara Rp 2.802,5 triliun, naik 0,2 triliun dibandingkan target awal Rp 2.802,3 triliun
- Penerimaan pajak Rp 1.921,9 triliun, lebih rendah Rp 66,9 triliun dari target awal Rp 1.988,9 triliun
- Penerimaan kepabeanan dan cukai Rp 296,5 triliun, turun Rp 24,5 triliun dari target awal Rp 321 triliun
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 549,1 triliun, naik Rp 57,1 triliun dibandingkan target awal Rp 492 triliun
d. Penerimaan hibah Rp 34,9 triliun, naik Rp 34,5 triliun untuk penyelenggaraan Pilkada.
2. Belanja negara Rp 3.412,2 triliun, naik Rp 87,1 triliun dar target awal Rp 3.325,1 triliun
- Belanja pemerintah pusat Rp 2.558,2 triliun, naik Rp 90,7 triliun. Kenaikan ini sudah memperhitungkan dampak depresiasi rupiah terhadap subsidi energi dan kompensasi Rp 37,1 triliun
- Transfer ke Daerah Rp 854 triliun, lebih rendah Rp 3,6 triliun karena adanya optimalisasi kontrak DAK Fisik
3. Defisit Rp 609,7 triliun (2,70% PDB) dengan defisit keseimbangan primer Rp 110,8 triliun
4. Pembiayaan anggaran Rp 609,7 triliun (116,6% dari target APBN)
(aid/das)