Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menyambut baik dengan adanya rencana penerapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Namun pihaknya khawatir impor keramik semakin besar sebelum BMAD itu diterapkan.
Ketua Umum Asaki, Edy Suyanto mengatakan BMAD memang patut diterapkan karena memang terbukti adanya praktik dumping untuk produk-produk impor dari China. Dirinya juga mencontohkan Beberapa negara besar juga sudah menerapkan hal yang sama.
"Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Negara Uni Eropa, Timur Tengah telah melakukan hal serupa terhadap produk keramik asal Tiongkok. Untuk melindungi industri keramik dalam negerinya dan ternyata sampai sekarang tidak ada keberatan maupun tuntutan balik oleh Tiongkok ke WTO karena memang terbukti praktek dumping tersebut," tuturnya dalam keterangan tertulis, Rabu (17/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Edy, China melakukan Praktik dumping karena adanya kelebihan suplai dan kapasitas keramik. Menurut catatannya industri keramik Tiongkok memiliki kapasitas produksi sekitar 11-12 miliar m2 dengan utilisasi sekitar 50-55%.
Oleh karena itu masih ada yang membuat pengusaha keramik dalam negeri khawatir. Mereka takut sebelum BMAD resmi diterapkan banyak impor yang kejar target dan membanjiri Indonesia dengan keramik impor dari China.
"Yang menjadi kekhawatiran Asaki saat ini adalah importasi keramik yang sangat massif, di mana puluhan juta m2 keramik yang akan masuk dalam waktu satu bulan ke depan sebagai langkah antisipasi para importir menunggu diberlakukannya BMAD," tuturnya.
Dia pun menegaskan bahwa dari sisi volume produksi maupun jenis keramik homogeneus tiles (HT) semua bisa dipenuhi oleh produsen keramik nasional. Bahkan saat ini masih memiliki kapasitas idle sebesar 60% yakni sekitar 80-90 juta m2 yang siap untuk diproduksi. Keramik HT sendiri merupakan jenis keramik yang mayoritas berasal dari Tiongkok.
"Pertanyaannya kenapa memiliki idle kapasitas sebesar itu? Karena praktek unfair trade alias tindakan dumping dan predatorypricing yang merugikan produsen keramik dalam negeri," tegasnya.
Pihaknya pun sangat menyayangkan terjadi defisit US$ 1,5 miliar selama 2019-2023 hanya karena keramik import yang menurut Edy tidak perlu terjadi.
(das/das)