Meski urusan dapur tak selamanya milik Perempuan, namun perempuan mahir dalam mengurusnya. Termasuk mempertahankan agar di dapur selalu tersedia bahan makanan yang sehat dari pekarangan.
Angka kemiskinan Desa Air Talas, Kecamatan Rambang Niru, Kabupaten Muara Enim termasuk tinggi. Menurut Pusat Data Indonesia, saat ini Desa Air Talas tergolong berkembang, belum maju. Angka penerima Bansos pun tinggi.
Padahal rata-rata KK memiliki lahan pekarangan yang luas namun belum dimanfaatkan. Sementara ibu-ibu harus membeli sayur dan buah-buahan yang seharusnya bisa ditanam di pekarangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Neng Ani Marlianti, salah satu perempuan yang rajin memanfaatkan pekarangan untuk memenuhi kebutuhan dapur. Aneka sayur ditanam sehingga mengurangi uang yang dibelanjakan untuk membeli sayuran dan bumbu. Selain itu, sayuran dan bumbu juga lebih sehat karena dibudidayakan secara organik.
Tak Lagi Beli Sayur
Di depan rumahnya, ia memetik mentimun yang ukurannya di atas rata-rata. Panjangnya hingga 30-50cm. Hanya ada beberapa batang tanaman saja yang dirambatkan di pagar namun sudah bisa mencukupi kebutuhan untuk keluarganya. Ia tidak perlu membeli.
"Saya juga menanam cabai. Di sini tanahnya subur, tinggal kasih tambahan pupuk kandang, sudah bisa buah," kata Neng dalam keterangannya, dikutip Minggu (28/7/2024).
Hanya 2-3 batang saja di depan rumah, sudah cukup untuk mengurangi belanja. Sementara di kebun, ia menanam 60-an batang cabai aneka jenis. Juga aneka sayuran daun mulai pakcoy, caisim, bayam, dan kangkung. Untuk sayuran buah, ada kacang panjang, tomat, dan mentimun.
Merawatnya pun mudah. Bila kemarau panjang, hanya perlu memastikan tanaman tidak kering. Selebihnya, hanya mengamati bila ada hama/penyakit. Hama pun bisa diusir dengan bumbu dapur. Cairan bawang putih ampuh untuk mengusir kutu. Sedangkan ulat daun, biasanya diambil manual. Sebagai tambahan, disemprot dengan cairan pupuk organik yang dibuat sendiri.
Bertanam sayur di pekarangan sebenarnya pernah dilakukan orang tuanya dulu ketika awal-awal di lahan transmigrasi. Kala itu, lahan sawit belum menghasilkan sehingga untuk makan hanya menunggu jatah pemerintah yang terbatas.
"Orang tua dulu kan masih orang baru. Orang Bali di perantauan. Minta penduduk setempat, sebatang singkong, lalu ditanam. Dari sanalah bisa makan daun singkong, bisa makan singkong juga," kata Khairil Anam, suami Neng.
Hal inilah yang dilakukan suami istri untuk menghijaukan pekarangan. Harapannya, hal yang dilakukan ini bisa dicontoh oleh tetangga-tetangganya. Sejauh ini, hasil panen pun sudah dirasakan oleh tetangganya. Jika panen, Neng membagikannya ke tetangga. Tak hanya itu, jika sudah semua kebagian, hasilnya pun dijual.
"Meski hasilnya tidak menentu. Saya bisa dapat uang Rp 30 ribu- Rp 70 ribu dari menjual sayuran," kata Neng. Hasil ini lumayan mengingat tidak perlu meninggalkan rumah.
Baca halaman berikutnya soal membuat buah raksasa..
Simak Video "Video: Cuan Belasan Juta Berkat Budidaya Sayuran Hidroponik"
[Gambas:Video 20detik]