Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati selesai menghadiri pertemuan ketiga Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (Finance Ministers and Central Bank Governors/FMCBG) negara G20 di Rio De Janeiro, Brasil pada 25-26 Juli 2024.
Isu-isu yang diangkat dalam pertemuan tersebut utamanya yakni ekonomi global, sektor keuangan dan inklusi keuangan, perpajakan internasional, pembiayaan iklim dan pembangunan berkelanjutan, serta arus modal, utang global dan reformasi Lembaga Keuangan Multilateral (MDBs).
Terkait ekonomi global dan tantangan terkini, Sri Mulyani mengatakan ketidakpastian ekonomi global yang dipicu oleh ketegangan geopolitik, fluktuasi kebijakan moneter dan pemilu global telah meningkatkan volatilitas pasar dan memperlambat investasi. Ia menekankan pentingnya koordinasi dan kerja sama ekonomi untuk menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pengaruh risiko ekonomi jangka menengah pada ekonomi global, dampak fluktuasi nilai tukar dan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta strategi kebijakan makroekonomi diperlukan untuk mengatasi ketidaksetaraan," kata Sri Mulyani dalam keterangan tertulis, Minggu (28/7/2024).
Terkait pembangunan berkelanjutan, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia akan memperkuat kerangka pembiayaan keanekaragaman hayati nasional dan menutup kesenjangan pembiayaan untuk konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
Di samping itu, Indonesia juga menyambut baik diskusi tentang penerapan utang untuk iklim (debt-for-climate swap) guna membantu negara-negara dengan ruang fiskal terbatas untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masing-masing negara. Saat ini, Indonesia telah berhasil menerapkannya dengan menandatangani pertukaran utang untuk alam senilai US$ 35 juta pada 3 Juli 2024 untuk melindungi ekosistem terumbu karang Indonesia.
Sri Mulyani juga menekankan pentingnya kerja sama global untuk mengatasi berbagai tantangan ekonomi dan iklim yang semakin kompleks. Menurutnya, diperlukan strategi terintegrasi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) tepat waktu dan berdampak.
"Tantangan terbesar kita adalah penggunaan energi dan lahan hutan yang paling mahal dalam pembiayaan. Kita perlu terus membangun proyek- proyek energi, namun dengan emisi karbon yang lebih rendah," tegas Sri Mulyani.
Pada sesi perpajakan internasional, Sri Mulyani menyoroti pentingnya mencapai kesepakatan pada Pilar Satu untuk meningkatkan keadilan pajak bagi negara-negara pasar. Gagalnya pencapaian kesepakatan multilateral dinilai dapat menyebabkan tindakan unilateral yang berpotensi mengakibatkan pajak berganda dan merugikan ekonomi global.
"Perlunya kebijakan pajak progresif yang efektif untuk mengurangi ketidaksetaraan pendapatan dan kekayaan, serta pentingnya kerja sama internasional dalam pertukaran informasi dan pembangunan kapasitas untuk mengatasi perencanaan pajak agresif oleh individu-individu berpenghasilan tinggi", jelas Sri Mulyani.
Kemudian dalam pembahasan pembiayaan pembangunan dan reformasi MDBs, FMCBG mendiskusikan bahwa Reformasi MDBs merupakan keharusan, agar tetap relevan dan efektif dalam mendukung para anggotanya termasuk untuk kebutuhan implementasi Kerangka Kecukupan Modal (Capital Adequacy Frameowerk/CAF) yang lebih besar, baik dan efektif.
Sri Mulyani mendorong koordinasi dan integrasi kebijakan serta proses pengadaan di seluruh MDBs, serta menyederhanakan proses dukungan pendanaan. MDBs juga dinilai harus meningkatkan representasi negara-negara berkembang termasuk dalam hal keterwakilan staf yang akan berperan penting untuk implementasi proyek yang lebih efektif dan memberikan wawasan tentang konteks dan budaya lokal.
Di sela-sela pertemuan utama, Sri Mulyani juga berkesempatan mengadakan serangkaian pertemuan bilateral dengan sejumlah Menkeu negara anggota G20. Pertemuan ini berfokus pada pembahasan isu-isu strategis dan kerja sama multilateral yang krusial bagi stabilitas dan pertumbuhan ekonomi global, termasuk pembahasan mengenai pembaruan dan rencana capaian dari Task Force Gabungan Keuangan dan Kesehatan (JFHTF) kaitannya dengan Dana Pandemi (Pandemic Fund).
Selain dengan sejumlah Menkeu negara G20, Sri Mulyani juga bertemu dengan Direktur Pelaksana IMF yang mendiskusikan perkembangan terbaru dalam ekonomi global dan reformasi MDBs.
(aid/das)