Pasar Web3 di Asia Tenggara Rp 98 T di 2030, Bagaimana Potensinya di RI

Pasar Web3 di Asia Tenggara Rp 98 T di 2030, Bagaimana Potensinya di RI

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 26 Agu 2024 15:27 WIB
ilustrasi blockchain
Foto: Internet
Jakarta -

Evolusi terkini dari teknologi web yang Bernama Web3 semakin hari semakin masif perkembangannya. Web generasi ketiga ini semakin banyak diadopsi terutama di dunia bisnis.

Melansir laporan dari Emergen Research, pasar Web3 Asia Tenggara diproyeksikan bernilai US$ 6,4 miliar atau setara Rp 98,56 triliun pada tahun 2030, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 50,2%. Berdasarkan data dari Chainalysis, dari segi adopsi crypto, Indonesia menempati posisi ke-7 di indeks crypto dunia.

Web3 ini juga dibahas dalam Indonesia Coinfest Asia 2024. Pembahasan Web3 ini dihadirkan oleh PT Pintu Kemana Saja (PINTU) dengan mendatangkan BUIDLRS Web3 Sunset Gathering bertemakan 'Unleashing Southeast Asia Web3 Potential'. Dalam BUIDLRS kali ini, tiga pakar membagikan pandangannya tentang perkembangan Web3.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Partner dari Saison Capital, Qin En Looi mengungkapkan industri Web3 di Asia punya potensi yang lebih besar khususnya yang bergerak di institusi finansial karena didukung lingkungan yang lebih baik. Selain itu, banyak lembaga-lembaga hingga pemerintahan di Asia sudah bereksperimen dengan teknologi blockchain untuk menghadirkan berbagai solusi.

"Saya sudah berbicara dengan banyak sekali developer Web3 dan saya menilai bagaimana developer Web3 ini dapat menjangkau masyarakat luas. Saya pikir caranya sangat sederhana seperti mendorong interaksi pengguna untuk bisa memiliki dompet crypto dengan banyak opsi seperti login melalui sosial media atau email. Selain itu bagaimana juga User Interface (UI) & User Experience (UX) yang membuatnya lebih mudah diakses. Menurut saya developer Web3 berhenti malas dan harus terus berinovasi," terangnya dalam keterangan resmi PINTU, Senin (26/8/2024).

ADVERTISEMENT

Sementara itu Co-founder & CEO Copra Labs, Brian Limiardi mengungkapkan, jika melihat negara Asia Tenggara lain seperti Thailand atau Vietnam, meski mereka punya komunitas developer dan ukuran pasar yang lebih kecil, para founders mampu mengatasi tantangan dengan lebih baik dan terus berkembang.

Sementara itu menurutnyapPasar Web3 di Indonesia mungkin punya persaingan yang lebih ketat karena Indonesia punya ruang Web2 yang sangat besar dan lebih dinamis.

"Untuk mendorong pasar Web3 tumbuh, bagi saya katalis utamanya adalah kembalinya sektor Decentralized Finance (DeFi). Mungkin dalam siklus ini banyak narasi baru yang muncul, namun tetap banyak orang menyadari bahwa DeFi ada di lapisan aplikasi dari infrastruktur yang benar-benar jelas," tuturnya.

Sementara Co-Founder Magnify Cash, Tytan.eth (Ty Blackcard), menilai pasar Web3 di Asia punya daya tarik tersendiri. Menurutnya di Amerika Serikat (AS) dan Kanada memang sudah sangat paham tentang kripto, sehingga tantangannya ukan lagi soal kesadaran tapi lebih ke edukasi yang membutuhkan Waktu. Sementara di Asia, khususnya di Indonesia masih berada di tahap paparan pertama kali terhadap kripto.

"Meskipun secara volume transaksi belum besar, namun volumenya sendiri sangat menarik untuk diperhatikan. Selain itu, kolaborasi juga terasa lebih mudah diakses dan energinya lebih bebas mengalir dibandingkan dengan pasar Barat. Jadi, banyak energi, uang, dan perhatian yang bergerak ke arah ini," ucapnya.

Meski begitu Head of Community PINTU Jonathan Hartono mengaku optimistis pasar Web3 semakin tumbuh pesat di Indonesia dengan tersedianya infrastruktur yang dapat menjembatani investor crypto dalam negeri untuk berinvestasi, trading, dan juga berselancar ke dunia Web3 yang semuanya dapat dilakukan melalui satu aplikasi PINTU.

"Kami juga yakin developer di Indonesia tidak hanya bertumbuh dari segi jumlah, namun mampu menghadirkan inovasi berskala global," tuturnya.

(das/das)

Hide Ads