RI Deflasi 4 Bulan Beruntun, Tanda Daya Beli Orang RI Anjlok?

RI Deflasi 4 Bulan Beruntun, Tanda Daya Beli Orang RI Anjlok?

Anisa Indraini - detikFinance
Selasa, 03 Sep 2024 06:00 WIB
Pembeli berbelanja kebutuhan pokok di salah satu pasar ritel modern di Tangerang Selatan, Kamis (11/2/2021). Dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) pekan pertama, Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Februari 2021 sebesar 0,01% secara bulanan (month-to-month/MtM). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan secara tahun kalender sebesar 0,25% dan secara tahunan (year-on-year/YoY) 1,26%. Para analis menyatakan trend inflasi yang melambat di bulan Februari tersebut mendorong ancaman deflasi atau daya beli rendah.
Ilustasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi 0,03% (month to month/mtm) pada Agustus 2024. Ini merupakan deflasi empat bulan beruntun sejak Mei 2024.

Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini membantah jika deflasi selama empat bulan beruntun ini disebabkan karena pelemahan daya beli masyarakat. Melainkan lebih ditunjukkan dari sisi supply (pasokan).

"Fenomena deflasi empat bulan ini lebih ditunjukkan dari sisi supply, di mana panen beberapa komoditas tanaman pangan, hortikultura dan turunnya biaya produksi seperti pada live bird sempat juga turunnya harga jagung pipilan untuk bahan pakan ternak, yang hal ini mendorong deflasi komoditas telur ayam ras dan daging ayam ras," kata Pudji dalam konferensi pers, Senin (2/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pudji menegaskan, deflasi masih terjadi di sisi penawaran. Jika hal ini kemudian diduga berdampak pada pendapatan masyarakat di subsektor hortikultura, peternakan dan lainnya, BPS dinilai perlu mengkaji lebih lanjut untuk membuktikan asumsi tersebut.

Jika terjadi tekanan daya beli masyarakat, Pudji menyebut hal ini akan tampak pada konsumsi non pangan. Rumah tangga pasti akan menahan konsumsi non makanan.

ADVERTISEMENT

"Seharusnya terlihat pada turunnya permintaan atau demand dari konsumsi non makanan," ucap Pudji.

Jika ditarik ke belakang, BPS mencatat fenomena deflasi beruntun pernah terjadi pada 1999, tepatnya setelah krisis finansial Asia. Saat itu, Indonesia mengalami deflasi 7 bulan beruntun yakni pada Maret-September 1999.

"Ini sebagai akibat dari depresiasi nilai tukar dan penurunan harga terharap beberapa jenis barang," kata Pudji.

Periode deflasi lainnya pernah terjadi pada Desember 2008 sampai Januari 2009 selama krisis finansial global yang menyebabkan penurunan harga minyak dunia dan permintaan domestik yang melemah. Kemudian deflasi tiga bulan beruntun terjadi pada Juli-September 2020, di mana empat kelompok pengeluaran mengalami deflasi yaitu makanan, minuman dan tembakau; pakaian dan alas kaki; transportasi; informasi, komunikasi dan jasa keuangan.

"Dengan empat kelompok ini mengindikasikan bahwa penurunan daya beli di 2020 pada periode awal pandemi COVID-19," jelasnya.

Lihat juga Video '2020 RI Deflasi 3 Bulan Beruntun, Akan Sama Seperti Tahun 1999?':

[Gambas:Video 20detik]



Penyebab deflasi di halaman berikutnya.

Penyebab Deflasi Agustus

Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi bulanan terbesar adalah makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,52% dan memberikan andil deflasi 0,15%.

Di sisi lain, masih terdapat komoditas yang memberikan andil inflasi yang di antaranya adalah bensin dan cabai rawit dengan andil inflasi masing-masing 0,03%, kopi bubuk dan emas perhiasan dengan andil inflasi masing-masing 0,02%, kemudian beras, sigaret kretek mesin dan ketimun memberikan andil inflasi masing-masing 0,01%.

Pudji menambahkan lagi, deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03% ini didorong oleh deflasi komponen harga bergejolak yang mengalami deflasi 1,24% dengan andil deflasi sebesar 0,20%. Komoditas yang dominan memberikan andil deflasi pada komponen harga bergejolak adalah bawang merah, daging ayam ras, tomat dan telur ayam ras.

Selanjutnya komponen inti mengalami inflasi sebesar 0,20% dengan andil inflasi sebesar 0,13%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi untuk komponen ini adalah kopi bubuk, emas perhiasan, biaya SD, biaya kuliah akademi atau perguruan tinggi dan biaya SMP.

Berikutnya komponen harga diatur pemerintah mengalami inflasi 0,23% dengan andil inflasi sebesar 0,04%. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi untuk komponen ini adalah bensin dan sigaret kretek mesin.

"Sebanyak 26 dari 38 provinsi di Indonesia mengalami deflasi. Sedangkan 12 lainnya mengalami inflasi. Deflasi terdalam sebesar 0,39% terjadi di Kalimantan Tengah, sementara itu inflasi tertinggi terjadi di Papua Barat yaitu sebesar 0, 31%," tutup Pudji.

Simak Video: Pengamat Nilai Aturan Potong Upah Buruh 25% Bisa Lemahkan Daya Beli

[Gambas:Video 20detik]




Hide Ads