KKP Blak-blakan Soal Ekspor Pasir Laut

Retno Ayuningrum - detikFinance
Sabtu, 21 Sep 2024 09:01 WIB
Ilustrasi/Foto: Getty Images/Focus_on_Nature
Jakarta -

Kebijakan pemerintah membuka keran ekspor pasir laut menuai pro dan kontra di masyarakat, termasuk dari nelayan dan masyarakat pesisir. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan hal tersebut.

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, Doni Ismanto mengatakan, pihaknya tidak pernah memberikan pernyataan terkait ekspor pasir laut. Kebijakan saat ini juga berbeda dengan kebijakan yang sebelumnya. Doni menegaskan tujuan kebijakan saat ini menjaga ekologi.

Kebijakan ekspor pasir laut dibuka sejalan dengan penandatanganan revisi dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Revisi ini mencakup Permendag Nomor 20 Tahun 2024 dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang mengubah aturan tentang barang yang dilarang diekspor serta kebijakan ekspor.

"Beda lah (dengan peraturan sebelumnya), kalau PP 26/2023 tujuannya jelas untuk menjaga ekologi dan meningkatkan daya dukung ekosistem laut," kata Doni kepada detikcom, Jumat (20/9/2024).

Berdasarkan pada pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, Doni menjelaskan hasil sedimentasi di laut adalah sedimen di laut berupa material alami yang berasal dari proses pelapukan dan erosi yang terdistribusi oleh dinamika aktivitas kelautan atau oseanografi dan terendapkan, yang bisa diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.

Dia bilang hasil sedimentasi di laut yang dapat dimanfaatkan berupa pasir laut dan/atau material sedimen lain berupa lumpur. Jadi, dia menilai sedimentasi itu bukan selalu pasir laut. Dia pun membandingkan definisi pasir laut yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 441 tahun 2022 tentang Ketentuan Ekspor Pasir Laut.

"Pasir Laut adalah bahan galian pasir yang terletak di bawah wilayah perairan Indonesia yang tidak mengandung unsur mineral golongan A dan/atau golongan B dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Beda kan?" jelasnya.

Terkait penolakan sejumlah kalangan masyarakat, Doni menyebut penyusunan regulasi ini melibatkan partisipasi dan konsultasi publik, mulai dari warga masyarakat, pemerintah daerah, pelaku usaha, hingga akademisi. Hal ini dapat dibuktikan ke lapangan, seperti daerah Moro Demak, Kenjeran, Subang, hingga Indramayu yang mana lokasi-lokasinya memang ada sedimentasi dan mengganggu aktivitas nelayan.

"Sebuah kebijakan publik wajar ada pro contra, kami tentu menerima masukan itu. Hal yang pasti terkait konsen publik terutama soal pengawasan, kita perhatikan dengan memperkuat PSDKP dan kita sudah tekankan untuk menjaga kerusakan lingkungan dengan mewajibkan pihak yang melakukan pembersihan sedimen menggunakan sarana yang ramah lingkungan," imbuhnya.

Nelayan buka suara di halaman berikutnya.




(rrd/rrd)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork