Pendapatan petani di Indonesia disebut di bawah rata-rata oleh Bank Dunia. Badan Pangan Nasional menepis informasi tersebut.
Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi mengungkapkan berdasarkan publikasi terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) 'Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023 Tahap II', menyebutkan rata-rata pendapatan usaha pertanian perorangan di Indonesia adalah Rp 66,82 juta per tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara jika menurut Survei Pertanian Terintegrasi (SITASI) tahun 2021, rata-rata unit usaha pertanian perorangan memperoleh pendapatan sebesar Rp 15,41 juta dalam setahun. Dengan itu dapat diartikan rerata pendapatan usaha pertanian perorangan telah mengalami peningkatan sampai lebih dari 4 kali lipat.
"Kami di Badan Pangan Nasional bersyukur pendapatan sedulur petani masih terjaga baik dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ini turut menandakan ekosistem pangan yang dibangun mulai dari hulu sampai hilir, berjalan cukup baik. Kita meyakini apabila semangat produktivitas petani terus menggebu, tentu ketercukupan kebutuhan konsumsi pangan dari pasokan domestik mampu terwujud, sehingga kemandirian pangan nasional pun kian kokoh," kata dia dalam keterangannya, Kamis (26/9/2024).
Kemudian, BPS juga mencatat dari seluruh usaha pertanian di Indonesia pada tahun 2023, sebanyak 68,10% termasuk dalam kategori petani skala kecil. Petani skala kecil di Indonesia disebutkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 8,50 US$ PPP (Purchasing Power Parities) di mana 1 US$ PPP sama dengan Rp 5.239,05 sehingga menjadi setara dengan Rp 44.507 per hari kerja.
Di sisi lain, pada tahun 2023, petani yang tidak termasuk kategori petani skala kecil dilaporkan mampu memperoleh pendapatan sebesar 368,34 US$ PPP atau setara dengan Rp 1.929.764 per hari kerja.
"Ini naik signifikan karena pada 2021, menurut hasil SITASI, petani kategori ini kala itu hanya mampu menghasilkan pendapatan sebesar 106,54 US$ PPP atau setara dengan Rp 506.983 per hari kerja," terang dia dalam keterangannya.
Arief mengklaim naiknya pendapatan petani itu merupakan hasil upaya pemerintah dalam penyaluran bantuan pangan beras juga ikut mendukung upaya pemerintah dalam menjaga kesejahteraan petani dalam negeri.
Ini dikarenakan Bulog ditugaskan untuk melakukan penyerapan beras yang berasal dari hasil petani lokal. Sejak 2022, realisasi penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog terus meningkat.
"Pemerintah selama ini konsisten menjaga kesejahteraan petani dalam negeri. Badan Pangan Nasional bersama Bulog membantu penyerapan produksi beras hasil petani kita yang kemudian kita salurkan ke berbagai program intervensi, termasuk bantuan pangan beras seperti hari ini," terang Arief.
"Realisasi penyerapan beras dalam negeri Bulog pun kian meningkat. Grafiknya itu di 2022 capai 994 ribu ton. Lalu 2023 berhasil sampai 1 juta ton. Nah di tahun ini sampai minggu ketiga September sudah 908 ribu ton, sehingga kita bisa optimis di akhir 2024 nanti, penyerapan Bulog bisa terus meningkat," pungkasnya.
Sebelumnya, Country Director for Indonesia and Timor-Leste, World Bank, Carolyn Turk menyoroti kesejahteraan petani di Indonesia. Dalam Indonesia International Rice Conference (IIRC), di The Westin Resort Nusa Dua, Bali, Kamis (19/9/2024) yang lalu dia memaparkan pendapatan petani disebut di bawah US$ 1 per hari atau setara Rp 15.207.
Artinya dalam setahun diperkirakan pendapatan petani hanya berkisar di bawah US$ 341 setara Rp 5 juta. Jumlah ini bahkan jauh lebih kecil daripada pendapatan per kapita Indonesia di 2023 yang mencapai Rp 75 juta per tahun.
"Yang kita lihat adalah bahwa pendapatan banyak petani marjinal sering kali jauh di bawah upah minimum, bahkan sering kali berada di bawah garis kemiskinan. Menurut Survei Terpadu Pertanian 2021, yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik, pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari US$ 1 sehari atau US$ 341 setahun," ungkap Carolyn Turk.
Simak juga Video 'Ma'ruf: Jamsostek Juga Penting Diberikan ke Petani, Marbot, PKL':