Pedagang Sepeda di Pasar Rumput, Jakarta Selatan curhat soal kondisi parah yang sedang dialami. Salah satunya Rony, yang mengatakan penjualan sepeda di tokonya kian menyusut.
Bahkan dalam sehari atau seminggu ia belum tentu menerima pelanggan. Ia juga menjelaskan kondisi penurunan jumlah pembeli sepeda baru maupun bekas turun dalam 1,5 tahun terakhir.
"Cuma yang parah benar-benar parah tuh ya pas 2023 kemarin sampai sekarang, sudah satu setengah tahun inilah (sepi pembeli)," ungkap Rony kepada detikcom di kiosnya, Rabu (25/9/2024) kemarin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rony mengaku saat ini dirinya bahkan kesulitan untuk menjual satu unit sepeda dalam sehari. Kondisi ini sering kali membuatnya tidak sanggup menutupi pengeluaran saat berjualan, seperti untuk biaya makan sehari-hari hingga untuk biaya sewa toko.
"Sekarang jualan sepeda sudah mau nangis saja. Sudah bukan turun lagi, ambruk, jauh (dibandingkan tahun-tahun sebelumnya)," ucap Rony.
"Kalau dilihat pembukuan mah minus. Buat makan aja ke warung sering kasbon, kalau belum dapat pelanggan ya kasbon lagi sampai besok. Kalau dapat penglaris baru bayar," tambahnya.
Alih-alih menerima pelanggan, sehari-hari Rony mengaku lebih sering menerima orang yang datang untuk menjual sepeda bekasnya. Ia menyebut orang-orang tersebut sebagai 'korban booming' semasa pandemi lalu.
"Itu korban booming semua itu, pas pandemi kan banyak yang beli ikut-ikutan kaya orang jadi beli semua. Makanya tiap hari ada saja yang jual," katanya.
Belum lagi menurutnya harga jual sepeda saat pandemi, saat banyak orang beli sepeda, sudah jauh berbeda. Kondisi ini membuat banyak orang yang mau tak mau mengobral sepeda miliknya dengan harga sangat miring, terlebih jika dibandingkan saat mereka beli dulu.
"Itu pun yang jual harganya sudah ambruk banget, orang waktu mereka belinya zaman booming ya kan, misalnya dia beli Rp 7 juta, kita beli paling Rp 1,2 juta," ucap Rony.
Menurut Rony, kondisi serupa juga dirasakan oleh pedagang lain. Bahkan hingga saat ini setidaknya sudah ada empat dari sepuluh toko sepeda di kawasan itu tutup alias gulung tikar karena sepi pembeli.
"Sebagian sudah gulung tikar, sudah ada empat toko. Ya mulai habis covid saja mulai pada tutup satu-satu. Sebelumnya ada 10-an toko lah, belum yang di pinggir jalan," terangnya.
Senada dengan Rony, pemilik toko sepeda lain di kawasan itu, Kode, juga mengatakan tren bersepeda yang sempat booming selama pandemi mulai menyusut sejak 2022 dan semakin parah sejak pertengahan 2023 kemarin hingga saat ini.
"Pas pandemi memang booming, 2020 sampai 2021 lah masih banyak yang beli. Terus ke sini-nya mulai turun. 2022 masih normal lah (sama seperti sebelum pandemi). Tapi dari 2023 itu, pertengahan tahun lah sebelum ramai pemilu itu, turun terus," ucap Kode.
"Orang datang banyakan yang jual daripada yang beli. Ya kita banyak yang jual tapi nggak bisa beli gimana? Di sini saja sepeda masih banyak yang nggak laku," sambungnya.
Mirisnya lagi, dengan jumlah pembeli yang dalam sebulan bisa ia hitung jari, Kode mengaku orang yang datang untuk menjual sepeda bekas datang hampir setiap hari. Sehingga ia menjadi sangat pilih-pilih saat ada yang menawarkan sepeda bekas kepadanya.
"Jadi ya nggak semua (orang jual sepeda bekas) kita beli, kalau saya paling nggak yang kondisinya masih 60-70% baguslah. Kalau nggak keluar modal lagi besar, itu pun kalau harganya cocok sama liat kondisi kantong juga," sambung Kode.
Kode mengatakan kondisi penurunan penjualan sepeda inilah yang membuat banyak pedagang di kawasan itu gulung tikar karena tak sanggup membayar biaya sewa ruko.
"Jadi lebih parah sekarang daripada dulu (sebelum pandemi). Ini banyak yang gulung tikar. Padahal (sebelumnya) orang jualan sepeda kan dari ujung ke ujung (sepanjang jalan Sultan Agung), sepeda bekas sepeda baru, kan banyak yang tutup ya," terangnya.
Bahkan kepada detikcom Kode mengaku juga akan menutup toko sepeda miliknya dalam waktu dekat karena tak sanggup lagi untuk membayar biaya sewa toko dengan kondisi penjualan saat ini.
"Besok-besok kayanya sudah nggak di sini lagi, pemasukan sudah nggak ke uber. Buat ngontrak saja nggak dapat. Padahal sudah di sini delapan tahun, delapan tahun ada lah. Makin ke sini makin nyungsep," katanya tertawa miris.
Sembari terduduk lesu dengan wajah sedih, Kode mengaku akan tetap berjualan sepeda di kawasan itu, namun tidak lagi di dalam toko melainkan di pinggir jalan. Jika benar nanti dirinya gulung tikar alias tutup toko, maka dia akan menjadi orang ke-5 yang menjadi korban penurunan penjualan ini.
"Nanti jualan di luar saja. Lagian kita kan punya pelanggan satu dua, nanti kalau ada yang minta dicariin sepeda apa ya bisa saya bantu ke toko-toko sebelah kan. Ya nanti bisa bagi hasil tipis-tipis lah," kata Kode
(rrd/rrd)