Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi menyoroti dampak negatif judi online (judol) bagi masyarakat. Menurutnya, aktivitas judi online memicu berbagai persoalan sosial, salah satunya adalah perceraian.
Dari data yang dipaparkan, terjadi peningkatan angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir. Adapun pada 2019 angka perceraian akibat judi online tembus 1.947 kasus.
"Meningkatnya, bisnis judi online dapat menimbulkan berbagai dampak sosial dan ekonomi seperti naiknya angka perceraian yang didasari oleh permasalahan adiksi judi online, karena di tahun 2019 terdapat 1.947 kasus perceraian karena judi online," katanya dalam acara Sarasehan bersama Kadin Indonesia di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sempat menurun di tahun 2020, tapi angka tersebut naik kembali di tahun 2023, 1.572 angka perceraian," sambung dia.
Tidak hanya berdampak pada pasangan suami istri, judi online juga berdampak pada anak-anak. Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), tercatat ada 197.054 kasus judi online pada kalangan anak di bawah umur di Indonesia.
Dari data yang dipaparkan, anak di bawah umur yang dimaksud ada pada rentan usia 11-19 tahun. Jumlah uang yang telah dideposit menyentuh angka Rp 293 miliar dengan 2,2 juta transaksi.
Dampak judi online tidak hanya dirasakan di dalam negeri, tapi juga secara global. Budi Arie mencontohkan Inggris yang kehilangan banyak potensi ekonomi akibat aktivitas haram tersebut.
"Di Inggris, judi online telah menyebabkan kehilangian potensi sektor ekonomi formal, di mana pada periode 2016-2022, para pelaku judi online di Inggris telah menghabiskan rata-rata US$ 5,6 miliar per tahunnya untuk judi online. Hal ini mengibatkan kerugian terhadap efektivitas ekonomi Inggris sebesar US$ 1,7 miliar," paparnya.
Dampak negatif judi online juga dirasakan di Amerika Serikat (AS). Terhitung 3 hingga 4 tahun sejak judi online dilegalkan di tahun 2018, terjadi peningkatan jumlah kebangkutan pada sebanyak 30 persen usaha di beberapa negara bagian.
"Hal ini salah satunya disebabkan oleh karena penurunan kesehatan finansial konsumen di negara bagian yang melegalkan judi online," tutupnya.
(ily/rrd)